Peradi: Advokat Punya Hak Imunitas Terkait Jalankan Tugas Profesi

Peradi: Advokat Punya Hak Imunitas Terkait Jalankan Tugas Profesi

MONITORNUSANTARA.COM, Jakarta,- Ketua bidang perlindungan anggota dan pembelaan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI, Alvon Kurnia Palma mengatakan, penetapan tersangka kepada seorang advokat yang sedang menjalankan tugasnya adalah tindakan keliru.

Menurut Alvon, kasus yang dialami kliennya advokat Nora Haposan Situmorang yang membela seorang nenek berkebutuhan khusus karena ditipu oleh mafia tanah malah dijadikan tersangka.

“Saya rasa ada yang salah dalam proses hukum kita saat ini. Sudah jelas saudara Haposan Situmorang membela warga karena tertipu oleh beberapa oknum yang mengaku pemilik tanah, dan melaporkan persoalan ini ke polisi, malah dijadikan tersangka,” kata Alvon kepada wartawan di Jakarta Pusat, Jumat (17/12/2021).

Menurut Alvon, profesi advokat sudah sangat jelas diatur dalam UU 18 tahun 2003. Bahkan kata Alvon UU itu sudah final melalui uji materi keputusan Mahkamah Konstitusi.

“Jadi dalam UU Nomor 18 tahun 2003 itu disebutkan, advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan,” tegas Alvon.

Ditempat yang sama Anggota Bidang Pembelaan Anggota dan Profesi DPN Peradi, Edi Winarto mengatakan sesuai Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003, Advokat mempunyai hak imunitas dalam menjalankan profesinya. Posisi Advokat dalam tugas pendampingan hukum kepada masyarakat pencari keadilan, advokat sejajar dengan aparat penegak hukum lainnya.

Jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan atas tugas dan pekerjaan yang sedang dijalankan oleh profesi Advokat, ia seharusnya mengadukan ke organisasi profesi, Peradi. Setelah adanya pengaduan maka Komisi Pengawas Profesi Advokat akan memeriksa dan menyidang anggota yang dilaporkan. Apakah anggota memang melanggar kode etik atau tidak.

“Apakah dalam menjalankan tugas pelayanan hukum, terlapor melanggar SOP atau etika profesi atau tidak, namun jika dalam menjalankan tugas profesi didasarkan pada niat atau mens rea dengan itikad baik maka advokat tidak bisa dipidana dalam menjalankan tugas profesinya, barulah kalau ditemukan bukti kuat ada pelanggaran etika maka yang bersangkutan akan diberikan sanksi,” ujarnya.

Untuk diketahui sebelumnya, pengacara Nora Haposan Situmorang SH MH, dijadikan tersangka lantaran membela kliennya seorang nenek memiliki kebutuhan khusus Umroh binti Djana yang tanahnya diakui oleh beberapa oknum.

Padahal kata Haposan, kepemilikan bidang tanah atas nama Umroh binti Djana sendiri dikuatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sebagaimana dalam perkara Nomor: 322/Pdt. G/2008/PN Jak Tim.

Haposan mengatakan, tanah Umroh binti Djana seluas 6270 meter persegi itu juga diklaim banyak orang. Namun tanah seluas 5.017 meter persegi dari 6.270 meter persegi kepunyaan Umroh dibebaskan pemerintah guna keperluan proyek Banjir Kanal Timur (BKT). Dan, ganti rugi atas pembebasan tanah dimaksud dikonsinyasikan di PN Jaktim oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) proyek BKT. Total ganti rugi sebesar Rp7.775.346.600.

“Herannya, meski ibu Umroh sebagai pemilik tanah dan diperkuat bukti kepemilikan sah serta diperkuat keputusan PN Jaktim, tapi hanya mendapat bagian sebesar Rp1 miliar. Selebihnya justru dinikmati pihak yang juga mengklaim sebagai pemilik, padahal berdasarkan bukti-bukti, klaim itu non identik alias palsu,” jelas Haposan.

Atas dasar itu, Haposan mengadukan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya pada 28 Januari 2021. Namun kemudian ia dilaporkan balik pihak lawan pada 10 Maret 2021. Sampai akhirnya, dirinya ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pengaduan palsu.

Kirim Surat ke Presiden dan Kapolri

Nora Haposan Situmorang mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Nora meminta perlindungan hukum karena ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya karena ia membela kliennya, Umroh binti Djana.

Dalam suratnya kepada Kapolri, Haposan berharap ada perlindungan hukum dari tindakan diskriminatif, kriminalisasi atas pemohon yang dilakukan oknum anggota aparat penegak hukum.

Bela Nenek Disabilitas

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengacara, Nora Haposan sedang membela Umroh binti Djana. Ia seorang nenek disabilitas yang tidak lagi bisa berjalan, buta huruf. Namun, Nora justru menjadi tersangka.

“Saat ini saya tengah berjuang membela klien, Umroh binti Djana dan anaknya Gonis atas hak kepemilikan tanah seluas 6.270.M2 dengan bukti Hak Girik C 441, Persil 1. Blok S.1 sebagaimana terdaftar dalam buku C Desa/Kelurahan Malaka Sari, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Dan saat ini saya justru mengalami tindakan diskriminatif,” ujar Haposan di Jakarta, Kamis (9/12).

Haposan pun dilaporkan ke polisi oleh lawannya. Bahkan saat ini statusnya sudah menjadi tersangka. Karena itu, ia pun mengajukan pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait status tersangkanya. Sidang perdana digelar Senin kemarin 13 Desember 2021.

Ia menjadi kuasa hukum Umroh binti Djana karena melihat kondisi mentalnya yang tak cakap (cacat fisik dan tidak punya kemampuan untuk berpikir) sejak 2008 silam.

Kepemilikan bidang tanah atas nama Umroh binti Djana sendiri dikuatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sebagaimana dalam perkara Nomor: 322/Pdt. G/2008/PN Jak Tim.

Menurutnya, tanah Umroh binti Djana seluas 6270 meter persegi itu tiba-tiba belakangan diklaim banyak orang. Namun tanah seluas 5.017 meter persegi dari 6.270 meter persegi kepunyaan Umroh dibebaskan pemerintah guna keperluan proyek Banjir Kanal Timur (BKT).

Dan, ganti rugi atas pembebasan tanah dimaksud dikonsinyasikan di PN Jaktim oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) proyek BKT. Total ganti rugi sebesar Rp7.775.346.600.

“Herannya, meski ibu Umroh sebagai pemilik tanah dan diperkuat bukti kepemilikan sah serta diperkuat keputusan PN Jaktim, tapi hanya mendapat bagian sebesar Rp1 miliar. Selebihnya, justru dinikmati pihak yang juga mengklaim sebagai pemilik, padahal berdasarkan bukti-bukti, klaim itu non identik alias palsu,” jelas Haposan.

Atas dasar itu, Haposan mengadukannya ke Polda Metro Jaya pada 28 Januari 2021. Namun kemudian ia dilaporkan balik pihak lawan pada 10 Maret 2021. Namun Nora justru ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan pengaduan palsu sesuai pasal 317 KUHPidana, serta melaporkan tindak penipuan dan penggelapan yang melanggar Pasal 378 dan 372 KUHPidana.

“Sebagai advokat yang menjalankan tugas saya sesuai dengan Pasal 5 dan Pasal 16 UU Nomor 18 tahun 2003, putusan MK dan laporan polisi yang saya buat,”‘ kata Nora Haposan yang kini berstatus tersangka.

Nora Haposan jadi tersangka karena ia melaporkan dugaan tindak pidana Pasal 371 KUHP dan Pasal 373 KUHP terhadap Pengambilan Uang Konsinyasi atas Bidang Tanah milik Nenek Umroh Binti Djana dan Gonis kepada Polda Metro Jaya Nomor TBL/563/B/YAN.2.5/2021/SPT PMJ.

Pihak Terlapor adalah DJ dan pensiunan perwira Polri Drs.HTS yang diduga kongkalikong dengan pejabat Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sehingga mengambil uang konsinyasi sebesar Rp7.776. 346.600 atas sebidang tanah seluas 5.017 meter persegi (M2) di wilayah Pondok Kopi, Jakarta Timur yang kini telah menjadi proyek Banjir Kanal Timur (BKT).

Pihak Terlapor (DJ dan HTS) menggugat dan telah ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Mahkamah Agung (MA).

“Pada Rabu, 8 Desember 2021, saya mengirim surat kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memohon Perlindungan Hukum dan Penegakan Hukum atas status saya sebagai Tersangka kasus pengaduan terhadap pengambilan uang konsinyasi atas lahan milik Nenek Umroh binti Djana,” kata Nora Haposan kepada wartawan di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (9/12/2021).

Meski statusnya tersangka, advokat Nora Haposan yang aktif membela orang-orang lemah terus berupaya memperoleh perlindungan dan keadilan hukum.

“Saya berharap sidang Pra Peradilan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/13/2021) atas permohonan bebas dari status sebagai Tesangka diterima oleh Hakim,” ujar Nora Haposan berharap.

Tidak hanya bersurat kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Nora Haposan juga bersurat kepada Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Fadil Imran ditembuskan juga ke Satgas Mafia Tanah Polda Metro Jaya.

Lebih lanjut Nora Haposan mengatakan, penetapan status tersangka dirinya bertentangan dengan Pasal 5 UU No 5 tahun 2003 tentang Advokat, Pasal 16 UU No 5 tahun 2003 tentang Advokat, dan Putusan Mahkamah Konstitusi No 26/PUU/XI/2013.

“Saya juga akan bersurat kepada Presiden Jokowi untuk memperoleh Perlindungan Hukum dan Penegakan Hukum,” kata Nora Haposan lagi.

Advokat senior ini mengatakan bahwa pihak-pihak yang mengambil uang konsinyasi atas lahan milik Nenek Umroh Binti Djana di PN Jakarta Timur tidak punya hati nurasi dan belas kasihan.

“Sebagai pemilik sah atas lahan itu, nenek Umroh hanya memperoleh uang Rp1 miliar. Sementara pihak-pihak yang diduga memalsukan surat tanah justru memperoleh uang lebih besar,” ucapnya.

Padahal kondisi fisik Umroh Binti Djana dilahirkan disabilitas, yang disertai ketidak mampuan untuk bertindak dan serta berpikir sebagaimana orang normal pada umumnya; Hal ini sesuai dengan surat keterangan Dokter Kesehatan Jiwa, yang menerangkan, sbb:

“…..fungsi kognitif tidak optimal dan terdapat keterbatasan fungsi fisik”.

Segala keperluan dan atau kepentingan Umroh Binti Djana selalu dilakukan dan didampingi oleh Ny. Gonis (anak satu satunya). (tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *