Aksi mogok kerja buruh PT Alpen Food Industry atau pabrik es krim Aice (twitter)
EDITOR.ID, Cikarang, – Perayaan hari Perempuan Sedunia atau Internasional Women Day (IWD) pada minggu, 8 Maret menjadi tonggak bagi organisasi buruh perempuan di Bekasi Jawa Barat untuk menuntut hak-hak kesetaraan sebagai kaum Feminin yang harus dilindungi negara.
Seorang pejuang perempuan bernama Sarinah melalui organisasi buruh Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) sedang berjuang mencari keadilan bagi kaumnya, kaum buruh perempuan kepada manajemen PT. Alpen Food Industri (AICE).
Sarinah menuntut pabrik memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi perempuan. Pabrik juga dituntut memberikan kesetaraan dan demokrasi bagi buruh perempuan dengan di hapuskannya segala bentuk penekanan dan diskriminasi.
Ratusan pekerja PT. Alpen Food Industry (PT AFI) sedang berjuang agar mereka kembali bisa dipekerjakan di perusahaan yang memproduksi es krim Aice. Namun tuntutan mereka masih dipandang sebelah mata oleh pihak manajemen pabrik es krim yang produknya beredar cukup luas di pasar.
Salah satu masalah yang paling menekan buruh adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pihak perusahaan karena dipicu oleh aksi mogok kerja para buruh. Aksi tersebut dilakukan pada 21-28 Februari 2020 lalu.
Juru bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) Sarinah yang menaungi ratusan buruh es krim Aice dalam Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia PT Alpen Food Industry (SGBBI PT AFI) menuntut buruh perempuan agar diberikan waktu istirahat ketika sang buruh sedang mengalami kehamilan. Janganlah mereka dipaksa bekerja.
Karena hingga kini sudah ada 21 kasus buruh keguguran akibat tekanan kerja.
Sarinah mengatakan, sepanjang tahun 2019 sudah terjadi 13 kasus keguguran dan lima kematian bayi sebelum dilahirkan. Kasus bertambah menjadi satu kasus keguguran dan satu kasus kematian bayi pada awal tahun 2020.
“Minggu ini, terjadi satu kasus keguguran lagi. Total kasus keguguran yang kami terdata sebanyak 21 kasus,” kata Sarinah saat ditemui di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur pada Kamis (5/3/2020).
Sarinah menambahkan, hati para buruh makin dihancurkan dengan pernyataan perusahaan yang menyebut penyebab keguguran adalah karena buruh itu sendiri. Mereka dituding melakukan hubungan seks di tiga bulan awal kehamilan.
“Perusahaan kemarin mengeluarkan pernyataan bahwa yang keguguran itu telah melakukan hubungan seks pada tri-semester pertama, saya juga bingung, itu kata mereka keterangan buruhnya sendiri ke dokter, saya tidak yakin itu, harus ada buktinya,” ucapnya.
Sarinah mengungkapkan bahwa pabrik es krim Aice tak semanis es krim yang dijualnya, sebab buruh perempuan hamil masih dikenakan shift (1 : Jam 07.00 – 15.00 WIB, 2 : Jam 15.00 – 23.00 WIB, dan 3 : Jam 23.00 – 07.00 WIB) dan juga target produksi serta kondisi lingkungan kerja kurang kondusif dan sehat untuk kesehatan buruh perempuan hamil.
“Klinik di dalam perusahaan hanya melayani pada shift 1 dan 2, sedangkan shift 3 klinik tidak ada petugasnya dan tidak ada pelayanan kesehatan, serta tak ada mobil ambulance,” ungkapnya.
Sarinah menambahkan buruh perempuan yang bermaksud untuk meminta cuti haid karena merasakan sakit diharuskan diperiksa di klinik terlebih dahulu oleh dokter perusahaan dan hanya diberikan obat pereda nyeri, serta permohonan izin cuti biasanya tidak diberikan oleh pihak pengusaha.
“Setiap kali perempuan mengambil cuti melahirkan dia harus membuat suatu pernyataan yang ditulis tangan di atas materai, salah satu klausulnya adalah apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka buruh tidak boleh menuntut ke perusahaan,” tutur Sarinah geram.
Kemudian, buruh perempuan hamil juga masih dikenakan pekerjaan yang berat tanpa mendapatkan keringan, misalnya menyusun es krim ke dalam kotak dengan posisi bekerja berdiri, menyetempel karton kurang lebih 2200 karton per hari, serat menurunkan stik dengan cara mengangkat satu persatu kurang lebih 11 dus per hari.
“Stik yang beratnya kurang lebih 13 kilogram per dus, lalu ditambah menurunkan kurang lebih 15 rol plastik per hari yang beratnya kurang lebih 12 kilogram per roll plastic,” lanjutnya.
“Pekerjaan di bagian sanitasi dengan mengepel dan menyapu lantai di mana mengepel dilakukan dengan menggunakan kain dan jongkok serta bau cairan pel yang menyengat dan membuat mual,” kata Sarinah menambahkan.
Terakhir, buruh perempuan hamil juga tidak dapat mengambil kerja non-shift karena dipersulit dengan syarat harus ada keterangan dari dokter spesialis kandungan dan harus.
Perusahaan AICE dalam kasus ini, buruh perempuan yang tengah hamil tetap Di pekerjakan pada shift malam yang dimulai pada pukul 23.00 hingga 07.00 WIB. Buruh perempuan Di pekerjaan untuk mengangkat beban berat, waktu istirahat dibataskan semata-mata untuk memenuhi target perusahaan saja.
Dalam kutipan situs F-SEDAR mencatat sepanjang tahun 2019 didapati 21 kasus buruh perempuan yang mengalami keguguran dari total 359 orang dari data yang ada. Karena sistim kerja yang tidak layak inilah mengakibatkan ketidak adilan terjadi di perusahaan AICE. (tim)