EDITOR.ID, Jakarta,- Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember Adhitya Wardhono mengingatkan bahwa harmonisasi ketentuan tentang pajak daerah berisiko menimbulkan gejolak penolakan dari sebagian kepala daerah.

Pasalnya, penyetaraan tarif pajak dikhawatirkan akan mengurangi pendapatan asli daerah (PAD). Persoalan inilah yang mengemuka dan menjadi perhatian para kepala daerah.

Adhitya Wardhono saat memberikan paparan dalam diskusi yang diselenggarakan Perhimpunan Organisasi Alumni PTN Indonesia (Himpuni), Kamis (5/3/2020) malam. (Foto: EDITOR)

 

Hal ini dikemukakan Adhitya Wardhono saat memberikan paparan dalam diskusi yang diselenggarakan Perhimpunan Organisasi Alumni PTN Indonesia (Himpuni), Kamis (5/3/2020) malam.

Adhitya Wardhono mengingatkan pemerintah agar berhati-hati mengatur ketentuan pajak daerah dalam rancangan OmnibusLaw perpajakan.

“Dalam jangka pendek, saya yakin akan menimbulkan gejolak. Mereka ini kan organ politik. Artinya, aparatur daerah juga aparatur politik, yang mau tidak mau, dia akan terbebani dengan intervensi pemerintah pusat, meskipun niatnya untuk mengharmonisasi,” ujar Adhitya dalam diskusi yang diselenggarakan Perhimpunan Organisasi Alumni PTN Indonesia (Himpuni) ini.

Adhitya memperkirakan rencana harmonisasi ketentuan tentang pajak daerah berisiko menimbulkan gejolak penolakan dari sebagian kepala daerah.

Penyelarasan ketentuan pajak antara pemerintah pusat dan daerah akan menjadi hal krusial dalam pelaksanaan omnibus law perpajakan. Pemberian pemahaman pada 548 kepala daerah di Indonesia juga bukan pekerjaan mudah walaupun tujuannya untuk menarik lebih banyak investasi ke daerah.

Adhitya khawatir harmonisasi itu akan menyamaratakan ketentuan pajak di semua daerah, dengan mengabaikan potensi pajak yang berbeda-beda. Menurutnya, situasi itu justru bisa menyebabkan penerimaan pajak daerah tak maksimal.

Dia menyebut tax ratio rata-rata pajak daerah terhadap PDB di Indonesia juga masih sangat kecil, yakni di bawah 2%. Oleh karena itu, Adhitya menyarankan pemerintah lebih berfokus pada upaya menggali potensi pajak daerah ketimbang menyamaratakan tarif melalui omnibus law.

Seperti diketahui, pada rancangan omnibus law perpajakan, akan diatur sanksi untuk pemerintah daerah jika menerapkan pajak daerah yang dinilai mengganggu iklim usaha di wilayahnya. RUU mengharapkan semua ketentuan pajak daerah sesuai dengan arah kebijakan fiskal nasional.

Dengan demikian, pemda yang menerapkan tarif pajak tinggi dan mengganggu investasi bisa dikenai sanksi berupa perintah mencabut perda pajak daerah hingga berkaitan dengan instrumen transfer ke daerah.

Belum lama ini, DDTC Fiscal Research merilis Indonesia Taxation Quarterly Report (Q4-2019). Dalam laporan itu, ada pembahasan mengenai sejumlah aspek yang perlu diperhatikan pemerintah terkait rencana rasionalisasi pajak daerah lewat omnibus law perpajakan.

Sekadar informasi, acara diskusi ini dihadiri Dirjen Pajak Suryo Utomo dan Managing Partner DDTC Darussalam. Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu sekaligus Ketua Umum KAUNSOED Astera Primanti Bhakti hadir sebagai moderator.

Rasionalisasi pajak daerah yang rencananya masuk dalam omnibus law perpajakan menjadi perbincangan hangat di kalangan praktisi keuangan.

Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang beredar, pengaturan mengenai pajak daerah berupa dua aspek.

Pertama, penentuan tarif tertentu atas pajak daerah yang berlaku secara nasional oleh pemerintah pusat. Kedua, pelaksanaan evaluasi terhadap peraturan daerah (Perda) yang menghambat kemudahan dalam berusaha.

Adapun pelaksanaan evaluasi terhadap Perda yang menghambat kemudahan dalam berusaha dijalankan melalui dua jalur. Pertama, evaluasi atas rancangan Perda provinsi/kabupaten/kota mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

Kedua, evaluasi atas perda mengenai pajak daerah dan retribusi daerah dan peraturan pelaksanaannya yang telah ditetapkan.

Selain itu, sejumlah media nasional juga menyoroti terkait rencana renegosiasi perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) Indonesia dan Korea Selatan. Renegosiasi secara bilateral ini rencananya akan diselesaikan pada April 2020.

1. Penentuan Tarif
Dalam rancangan omnibus law perpajakan, pemerintah pusat dapat menetapkan tarif tertentu yang berbeda dengan tarif pajak daerah yang ditetapkan dalam Perda. Penetapan tarif dilakukan melalui penerbitan peraturan presiden (Perpres).

Pemerintah daerah menetapkan tarif yang ditetapkan dalam Perpres paling lama 3 bulan setelah Perpres ditetapkan. (Sumber Bisnis Indonesia/DDTCNews)

2. Evaluasi Rancangan Perda

Rancangan Perda provinsi/kabupaten/kota mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yang telah disetujui bersama DPRD, sebelum ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota, wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.

Evaluasi dilakukan untuk menguji kesesuaian antara rancangan Perda dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kebijakan fiskal nasional. Jika sesuai, proses penetapan rancangan Perda bisa dilanjutkan. Namun, jika tidak sesuai, rancangan Perda harus disesuaikan terlebih dahulu dengan hasil evaluasi.

Perda dan aturan pelaksanaannya yang telah ditetapkan wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri paling lama 7 hari kerja setelah ditetapkan.

3. Pengawasan dan Sanksi

Menteri Keuangan dapat melakukan pengawasan terhadap Perda di bidang pajak daerah dan retribusi daerah, beserta aturan pelaksanaannya melalui evaluasi. Jika Perda dinyatakan menghambat kemudaha berusaha, pemerintah daerah wajib melakukan perubahan Perda dan/atau aturan pelaksanaannya paling lama 6 bulan sejak hasi evaluasi terbit

Jika pemerintah daerah tidak menyampaikan Perda atau tidak melakukan perubahan Perda dan/atau aturan pelaksanaan, Menteri Keuangan dapat memberikan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana transfer ke daerah dan/atau sanksi lain sesuai peraturan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi rancangan Perda, pengawasan pelaksaaan Perda, dan pengenaan sanksi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. (tim)

Ikuti MONITORNusantara.com di Google News

Sempatkan juga membaca artikel menarik lainnya, di portal berita EDITOR.id dan MediaSosialita.com