EDITOR.ID, Jakarta,- Sebuah peristiwa bersejarah terjadi di Indonesia. Keris yang pernah digunakan dan dimiliki Pangeran Diponegoro telah dikembalikan ke Indonesia dari Belanda. Keris itu diserahkan Raja Belanda kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Keris Pahlawan Nasional bergelar Bendara Raden Mas Antawirya dipajang di ruangan Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3/2020). Seusai memberikan pernyataan bersama, Jokowi dan Raja Belanda Willem melihat keris yang disimpan dalam kotak kaca tersebut.
Jokowi dan Raja Willem kemudian berfoto bersama dengan latar keris Pangeran Diponegoro. Keris tersebut kini resmi diterima pemerintah Indonesia.
Dilansir dari situs resmi pemerintah Belanda, Senin (9/3), keris berwarna hitam dengan ukiran berlapis emas itu sempat dikabarkan hilang. Keris tersebut berhasil diidentifikasi setelah dilakukan penelitian oleh Museum Volkenkunde, Leiden.
“Saya bahagia bahwa penelitian mendalam ini, yang diperkuat ahli Belanda dan Indonesia, menjelaskan bahwa ini adalah keris yang dicari-cari selama ini. Sekarang keris ini dikembalikan ke negeri asalnya: Indonesia,” ujar Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Inggrid van Engelshoven.
Pada tahun 1975, sebuah komite ahli Belanda dan Indonesia membuat perjanjian tentang transfer ke Indonesia benda-benda budaya yang berkaitan dengan orang-orang penting secara historis. Dalam konteks ini, berbagai benda oleh Pangeran Diponegoro kembali pada akhir 1970-an, seperti tombak dan pelana.
Tetapi keris yang dimaksud sudah hilang pada saat itu dan karena itu tidak dapat dikembalikan. Atas dasar perjanjian 1975, Menteri Van Engelshoven telah memutuskan untuk memindahkan keris, yang merupakan bagian dari Koleksi Seni Nasional Belanda, ke Republik Indonesia.
Mengingat perjanjian yang dibuat pada tahun 1975, penanganan kasus ini adalah khusus dan terpisah dari pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan penanganan koleksi kolonial dan Komite Koleksi Kolonial Nasional di bawah Dewan untuk Budaya. Saran komite akan dipublikasikan pada bulan Oktober.
Sebelumnya, tim peneliti telah melakukan proses identifikasi pada koleksi-koleksinya selama dua tahun. Keris tersebut menjadi senjata Pangeran Diponegoro pada masa penjajahan Belanda.
Setelah ditangkap, ia menyerahkan kerisnya pada Gubernur Hindia Belanda Hendrik Merkus de Kock. Keris tersebut kemudian dihadiahkan kepada Raja Willem I pada 1831 dan masuk dalam koleksi khusus kabinet Kerajaan Belanda.
Memasuki tahun 1883, keris Diponegoro dipindahkan ke sejumlah museum dan tersebar bersama dengan peninggalan bersejarah lainnya. Bahkan koleksi-koleksi itu pun sempat dikabarkan hilang.
Beberapa keris termasuk keris Diponegoro akhirnya disimpan dalam Museum Etnologi Nasional Belanda. Namun, ketika itu keris milik sang pahlawan masih belum teridentifikasi, sehingga tak dapat dikembalikan saat perjanjian pengembalian benda bersejarah antara Indonesia dan Belanda pada 1975.
Pada tahun 1985, Duta Besar Belanda Frans van Dongen, menyarankan direktur Museum Nasional Etnologi untuk melakukan penelitian lebih lanjut agar dapat menemukan keris milik Pangeran Diponegoro.
Sementara itu, Museum Bersejarah Bronbeek di Arnhem juga menyatakan kemungkinan menyimpan beberapa peninggalan Diponegoro namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Terkait pengembalian keris, ahli waris keturunan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta menyerahkan sepenuhnya kepada negara terkait penyimpanan keris milik sang Pangeran yang baru saja dikembalikan oleh Pemerintah Belanda. Alasannya untuk menghindari sengketa kepemilikan.
“Biar disimpan oleh Pemerintah, biar disimpan oleh negara. Karena (Pangeran) Diponegoro itu adalah sudah menjadi milik bangsa, sudah tidak lagi hanya menjadi milik keluarga,” ujar keturunan ketujuh Pangeran Diponegoro, Roni Sodewo, sebagaimana dilansir dari detikcom, Selasa (10/3/2020).
Roni mempercayakan penyimpanan keris tersebut ke Pemerintah justru untuk mengantisipasi persoalan yang dikhawatirkan terjadi di internal ahli waris Pangeran Diponegoro. Salah satu yang dikhawatirkan itu adalah saling klaim antaranggota keluarga untuk menyimpan keris bersejarah tersebut.
“Seandainya pun nanti disimpan oleh keluarga, siapa yang bisa menjamin keris itu akan tetap ada. Yang kedua, siapa yang bisa menjamin tidak menjadi bahan rebutan, barange mung siji sing ngaku wong akeh (barangnya hanya satu tapi yang merasa memiliki orang banyak),” ucapnya.
“Jadi kalau menurut keluarga, biarlah Pemerintah yang menyimpan di Museum Nasional. Dijadikan satu dengan tombak Kiai Rondan, dengan pelana kuda, dengan Kiai Cokro,” lanjut Roni menyebut barang-barang milik Diponegoro lainnya yang telah dikembalikan ke tanah air. (tim)