Oleh: Djono W. Oesman

“Anak-anak saya jangan sampai menderita,” kata Kanti Utami (35) kepada polisi. Maka, dia gorok tiga anak kandung, Minggu (20/3). Satu tewas dengan batang tenggorok putus.

Peristiwa maut ini menggemparkan warga Brebes, Jateng, dalam dua hari ini. Tiga anak kandung Kanti, KS (10) AR (7) dan EM (5) digorok semua, Minggu (20/3) subuh.

AR tewas di tempat. Hasil pemeriksaan di RSUD Margono, Banyumas, luka sayat di leher AR selebar 12 sentimeter, kedalaman 5 sentimeter. Batang tenggorok putus.

Dua anak lainnya, KS dan EM kini dirawat intensif di RS tersebut. Gorokan terhadap mereka, meleset ke dada dan pangkal lengan. Kanti ditahan di Polres Brebes.

Polisi masih menyelidiki motif pembunuhan. Namun, hampir pasti Kanti depresi berat. Mungkin sakit jiwa. Tampak dari dialog Kanti dengan polisi, yang videonya beredar, Senin (21/3).

Di video itu tampak Kanti duduk di lantai. Di balik jeruji besi. Berdialog dengan pria yang mungkin polisi. Dialognya begini:

Kanti: “Saya mau ganti nama, pak.”

Pria: “Ganti nama apa?”

“Mutmainah. Cantik kan?”

“Cantik sekali.”

“Saya ndak gila, pak”

“Ya.”

“Saya mau dibunuh Amin.”

“Amin itu siapa?”

“Saudara suami saya. Saya nggak mau mati. Biar anak-anak saya tidak menderita.”

“Caranya gimana?”

“Harus mati. Biar nggak menderita.”

“Tapi sekarang mereka sakit. Terus gimana?”

“Ya harus mati.”

Dari situ tampak, pembicaraan nyambung. Tapi tidak seperti orang normal. Ngelantur. Bisa jadi, itu akibat dia terguncang kematian anak. Belum diteliti, apakah sebelum pembunuhan, Kanti memang begitu.

Saksi mata Hamidah (37) yang adik suami Kanti, menceritakan, sehari-hari Kanti normal. Tidak gila. Dulu, Kanti bekerja mandiri, terima pesanan rias pengantin. Maka, di Facebook dia ditulis Kanti MUA (Make up artis).

Hamidah kepada pers: “Riasan Kanti bagus. Ada banyak pelanggan, tau dari Facebook. Karena, Kanti upload foto-foto riasan di situ.”

Sejak anak bungsu EM (5) lahir (yang digorok tidak mati itu), Kanti berhenti jadi MUA. Mengurus tiga anak. Suami bekerja di Jakarta. Dia kontrak rumah di desa itu bersama Hamidah dan 3 anak. Bergantung hidup dari kiriman suami.

Hamidah menceritakan, Sabtu (19/3) malam ia tidur di satu kamar. Kanti dan tiga anak tidur di kamar lain. Tidak ada tanda mencurigakan. “Kanti sangat sayang pada anak-anak,” kata Hamidah.

Jelang Subuh, Hamidah terbangun oleh berisik. Ada suara ‘glodakan’ di kamar Kanti. Lalu, teriak kesakitan anak-anak. Teriakan histeris. Suara orang tidur mengorok, keras sekali.

Seketika Hamidah meloncat. Keluar rumah. Teriak minta tolong. Merobek pagi buta yang sunyi.

Para tetangga berdatangan. Langsung mendobrak kamar Kanti. Dengan balok kayu. Tampaklah pemdandangan maut dalam kamar.

Kanti memegang pisau. Tiga bocah tergeletak di lantai. Berdarah-darah. Muncrat ke mana-mana.

Para wanita yang semula melongok ke dalam kamar, langsung histeris, kabur. Seorang tetangga pria merebut pisau Kanti. Lalu membopong AR yang kelihatan paling parah, leher robek lebar. Darah terus mengalir.

Tiga korban dilarikan ke RS. AR meninggal di perjalanan. Setelah diperiksa di RS, jenazah dibawa pulang sejenak, kemudian dimakamkan di desa itu. Kanti dijemput polisi.

Kehebohan bukan hanya warga Brebes. Di medsos ramai. Komentar warganet bertaburan. Menyayangkan. Sebagian mengutuk Kanti. Mengapa ibu begitu sadis? Setan apa yang masuk?

Dr Phillip J. Resnick, dalam makalah ilmiahnya bertajuk “Murder of the Newborn: A Psychiatric Review of Neonaticide” (Journal of Psychiatry. 1970) menyebutkan, ibu membunuh anak banyak terjadi di seluruh dunia.

Resnick adalah psikiater di Pusat Medis Rumah Sakit Universitas Cleveland, Ohio, Amerika Serikat. Tugasnya sehari-hari menangani ibu-ibu gendheng pembunuh anak-anak mereka.

Resnick menyimpukan, lima motif utama ibu menyiksa atau membunuh anak kandung:

1) Bunuh altruistik. Ibu membunuh anaknyi karena cinta. Dia sangat percaya, kematian demi kepentingan terbaik sang anak. Altruistik adalah lawan kata egoistik.

Dalam pandangan ibu jenis ini, hidup itu sangat berat. Sangat menyiksa. Seperti sudah dia jalani. Maka, supaya anak-anak tidak mengalamihidup berat menyiksa, lebih baik mati. Dibunuh.

2) Bunuh psikotik. Ibu pengidap gangguan jiwa psikosis. Kondisi jiwa ditandai gangguan hubungan dengan realita. Tidak realistis. Psikosis gangguan mental serius. Muncul halusinasi atau delusi. Siara perintah bunuh.

Faktor risiko: Mereka punya pola tidur yang buruk. Penggemar alkohol atau narkoba. Atau, trauma akibat kehilangan seseorang yang dicintai, seperti orangtua atau pasangan.

3) Aniaya anak nakal. Ini paling banyak terjadi. Ibu tidak tahan mengasuh anak yang terlalu bandel. Maksudnya mendidik dengan tegas. Tapi ketegasan jadi aniaya. Biasanya anak tidak sampai mati. Walaupun ada juga yang kelewat batas, dan mati.

4) Bunuh anak yang tidak diinginkan. Kelahiran anak itu saja sudah tidak dikehendaki. Tapi lahir juga. Maka, ibu sangat sensitif. Ada sedikit pemicu, dia bisa membunuh si anak.

5) Bunuh balas dendam pada pasangan. Golongan ini tidak banyak, tapi ada. Sang ibu sebenarnya dendam pada suami atau pasangan, ayah anak tersebut, melampiaskan dendam ke anak. Seolah membalas ke suami atau pasangan.

Kanti menggorok anak-anaknyi masuk golongan nomor satu. Bunuh altruistik.

Dr Phillip J. Resnick menyatakan, golongan nomor satu, adalah perempuan yang sulit ekonomi. Miskin. Suami atau pasangan tidak memberikan nafkah yang cukup. Hidup jadi serba kekurangan. Serba sulit.

Menjalani itu, ibu merasa hidup sangat berat. Selama ini dia sudah berupaya keras, agar anak-anak bisa makan cukup. Ia membayangkan, masak hidup harus menderita begini. Maka, lebih baik anak-anak mati. Dia bunuh.

Kanti saat ditangkap polisi, berhijab hitam. Begitu juga di dalam sel tahanan. Menurut Hamidah, sehari-hari Kanti jika keluar rumah selalu berjilbab. Juga rajin salat.

Mestinya, dia paham ayat suci berikut ini:

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu, karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rejeki kepada mereka, dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (al-Isrâ’ 17:31).

Tapi, kesulitan hidup bisa membutakan siapa saja. Mungkin, Kanti hafal ayat itu. Tak ayal, dia sudah gelap mata oleh kesulitan.

Polri dan pengadilan akan menimbang, kelak, apakah pembunuhan itu karena niat jahat (mens rea) atau gangguan jiwa. Dari pertimbangan itu, vonis dijatuhkan.

Seumpama Kanti bebas, kelak, orang bakal takut dia dekati. Apalagi, kalau sampai dia kasihani. (*)

Ikuti MONITORNusantara.com di Google News

Sempatkan juga membaca artikel menarik lainnya, di portal berita EDITOR.id dan MediaSosialita.com