MONITORNUSANTARA.COM,-Kontroversi industri kecantikan kembali bergejolak setelah BPOM merilis klarifikasi resmi terkait dugaan praktik mafia skincare yang belakangan menjadi perbincangan publik. Isu yang bermula dari podcast viral kini mendapat tanggapan tegas dari regulator dan pihak yang dituduh.
Polemik ini berawal dari podcast berjudul “Kami Bongkar Mafia Skincare Kelas Atas! Ini Pelaku Sebenarnya!” yang tayang pada September 2024. Dalam tayangan tersebut, dr. Richard Lee dan dr. Oky Pratama mengungkap dugaan adanya praktik tidak sehat dalam industri skincare, khususnya terkait produk beretiket biru yang diduga mengandung bahan berbahaya seperti hidrokuinon dan merkuri.
“Pada waktu itu awal penjualan sudah pakai etiket biru?” tanya Richard Lee dalam podcast tersebut.
“Sudah,” jawab dr. Oky Pratama dengan tegas.
Kedua dokter kecantikan ini bahkan dengan lantang menyebut adanya “mafia” dalam industri skincare yang memasok krim berhidrokuinon racikan. Tuduhan serius ini kemudian mengarah pada Heni Sagara, pemilik PT Sagara Purnama dan PT Ratansha Purnama Abadi.
Bantahan Keras dari Pihak Tertuduh
Menanggapi tuduhan tersebut, Heni Sagara akhirnya memecah keheningan setelah tiga minggu membisu. Dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada pertengahan Oktober 2024, Heni membantah keras semua tuduhan yang diarahkan kepadanya.
“Sebagai seorang apoteker, saya selalu bekerja secara profesional sesuai dengan aturan yang berlaku. Tuduhan ini sangat menyesatkan dan merugikan reputasi saya serta bisnis yang telah saya bangun,” tegas Heni.
Ia menyebut tuduhan tersebut sebagai bagian dari persaingan bisnis tidak sehat dan upaya pembunuhan karakter yang mencemarkan nama baiknya. Heni menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam praktik ilegal yang disebut sebagai mafia skincare.
BPOM Keluarkan Klarifikasi Resmi
Merespons kontroversi yang berkembang, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut memberikan klarifikasi pada 18 Maret 2025. Dalam siaran persnya, BPOM menegaskan bahwa informasi mengenai penutupan pabrik kosmetik tertentu karena temuan bahan berbahaya adalah tidak benar.
“Perlu kami tegaskan bahwa berita yang beredar di media sosial terkait dengan penutupan pabrik kosmetik tertentu yang diakibatkan oleh ditemukannya bahan berbahaya adalah tidak benar. Yang terjadi adalah penghentian sementara kegiatan oleh BPOM dalam rangka pemenuhan administrasi standar, bukan karena temuan bahan berbahaya seperti yang dituduhkan di media sosial,” jelas BPOM dalam pernyataannya.
Taruna Ikrar, perwakilan BPOM, menekankan komitmen lembaganya untuk terus melindungi masyarakat dengan memastikan keamanan, khasiat, dan mutu produk kosmetik yang beredar, sekaligus menjaga iklim usaha yang sehat bagi produsen yang telah mematuhi regulasi.
Kontroversi ini menambah daftar panjang polemik dalam industri kecantikan tanah air. Masyarakat diimbau untuk lebih kritis dan selektif dalam memilih produk skincare serta memverifikasi informasi dari sumber terpercaya sebelum mempercayai klaim yang beredar di media sosial.