EDITOR.ID, Jakarta,- Fungsi lembaga Dewan Pers sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, salah satunya menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik dan mendata perusahaan pers. Dan bukan lembaga yang mengatur ijin atau melarang perusahaan media bekerjasama dengan lembaga pemerintah daerah maupun pusat.
Sehingga Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh dalam bincang dengan S.S Budi Rahardjo (Ketua Asosiasi Media Digital Indonesia) menegaskan, Dewan Pers tidak pernah meminta pemerintah daerah untuk tidak bekerjasama dengan perusahaan media yang belum terverifikasi oleh Dewan Pers.
Yang ditegaskan Nuh adalah, media massa harus memiliki seorang penanggung jawab dan alamat jelas serta mempunyai badan hukum.
”Pemimpin Redaksinya adalah orang kompeten. Ia harus sudah terverifikasi menjadi Wartawan Utama,” ujar M Nuh, yang sekali lagi menegaskan tak ingin membatasi sepakterjang jurnalis, apalagi di era medsos sekarang ini.
Niat Dewan Pers justru menjaga kredibilitas media massa. Dan, nilai dari apa yang dimuat oleh jurnalis, adalah bukan hoaks serta tidak terjebak menjadi kepentingan yang tidak benar. Tapi, sejatinya media massa harus memaparkan fakta.
Dalam acara Hari Pers Nasional 2020 di Banjarmasin , M Nuh tak hanya ngobrol soal kompetensi wartawan. Tapi analisis keberlangsung media massa, untuk memberi sumbangsih bagi masyarakat.
Kedua, perlindungan terhadap tugas-tugas jurnalistik. Jurnalis harus aman dan nyaman dalam menjalankan tugas mewujudkan good journalism.
“Perlindungan wartawan mutlak. Kekerasan dan ancaman terhadap wartawan sekecil apapun tidak boleh terjadi,” tegasnya.
Ketiga, jaminan kesejahteraan. Hal ini harus dibangun. “Dan itu memerlukan ekosistem yang kondusif,” kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini, yang mengaku mengapresiasi jika Forum Pimpinan Media Digital Indonesia turut membantu tugas Dewan Pers mengedukasi.
Hal ini juga ditegaskan Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Chaeruddin Bangun. Hendry menegaskan bahwa Dewan Pers tidak pernah menerbitkan surat edaran meminta verifikasi media oleh Dewan Pers sebagai persyaratan sebuah perusahaan media dengan pemerintah baik pusat maupun daerah.
“Dewan Pers tidak pernah mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa media yang boleh bermitra dengan pemerintah itu (harus terverifikasi). Tidak ada surat itu,” ujar mantan wartawan senior Kompas ini sebagaimana dilansir dari Matranews.id.
Menurut jurnalis senior ini, tidak masalah adanya kerjasama antara media dengan pemerintah daerah, selama media tersebut merupakan sebuah perusahaan berbadan hukum.
Peraturan Dewan Pers atau PerDP, dimuat dalam sebuah dokumen sudah direvisi untuk melindungi para konstituen Dewan Pers.
Hal senada disampaikan Ketua Satgas Dewan Pers Kamsul Hasan. Ia membantah Dewan Pers mengeluarkan surat edaran yang melarang Pemda bekerja sama dengan media yang belum terverifikasi. ”Ya, kan sudah ditegaskan bahwa surat edaran itu hoaks,” ujar mantan Ketua PWI Jaya ini.
Dosen yang kerap keliling Indonesia itu kembali menegaskan bahwa Dewan Pers tidak pernah mengeluarkan surat edaran yang menyarankan bahwa : Verifikasi Media menjadi syarat kerjasama dengan Pemda.
”Jadi kalau itu ada, sudah dijelaskan, bahwa itu Hoax,” ujar Mantan Ketua PWI Jaya ini.
Lebih lanjut Kamsul menjelaskan bahwa dia memang sering mendapat banyak komplain, keluhan dan pertanyaan soal verifikasi media di pelbagai daerah khususnya media massa lokal.
Dan Kamsul menjelaskan, sesuai pasal 15 ayat 1 Dewan Pers intinya itu sebuah Lembaga Independen. Yang berfungsi untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers di Indonesia.
Dalam UU Pers No 40 Tahun 1999 pasal 15 ayat 2 nya juga disebutkan Dewan Pers juga dimaksudkan untuk memenuhi HAM (Hak Asasi Manusia), karena kemerdekaan pers termasuk sebagai bagian dari HAM itu.
“Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum,” papar Kamsul.
Jadi tugas Dewan Pers jangan diposisikan menjadi lembaga yang menerbitkan perijinan, Dewan Pers hanya memfasilitasi dan mendata media.
“Dewan Pers tidak dalam posisi sebagai regulator tapi Dewan Etik, jadi bukan membuat aturan ini dan itu, yang justru membuat insan media menjadi tak bisa hidup secara profesional,” katanya.
”Dewan Pers itu urusannya kode etik, menjaga marwah Pers. Bukan mengebiri pers, tapi menjaga kode etik dan memfasilitasi,” ujar Kamsul, jurnalis senior yang kerap mengunggah pemikirannya di medsos FB, dan kerap menjadi acuan sehingga ia kerap menjadi nara sumber keliling Indonesia.
Kamsul menegaskan, kuncinya adalah pers itu harus badan hukum Indonesia. Diperkuat putusan MK atas uji materi perusahaan pers badan usaha.
Kamsul juga menegaskan bila memenuhi syarat UU, meski tidak terverifikasi administrasi atau faktual tetap produk jurnalistik.
Masih kata Kamsul, tugas Dewan Pers sesuai Pasal 15 adalah melakukan pendataan. ”Hanya mendata, bukan verifikasi,” ujar pria yang selalu bersemangat jika berbicara UU Pers dan tupoksinya menjaga kemerdekaan pers dengan memfasilitasi pembuatan berbagai peraturan, termasuk pedoman.
Penguji Kompetensi Wartawan PWI Pusat ini memaparkan, bahwa baik penyiaran maupun pers secara umum wajib menegakkan supremasi hukum.
Hal ini dipaparkan Kamsul saat berdiskusi dengan Ketua Umum Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI) S.S Budi Rahardjo, yang beberapa waktu lalu juga sempat menyoal, kewajiban penerbit pers atau perusahaan pers mendaftarkan diri ke Dewan Pers bertentangan dengan UU Pers.
“Karena bakal menjadi ijin terselubung dari otoritas di bidang pers,” ujar CEO majalah eksekutif yang terbit sejak 1979 ini menjelaskan.
Jojo sempat melontarkan pernyataan, Dewan Pers yang memakai anggaran negara, harusnya proaktif bertugas mendata media massa dengan pelayanan yang baik dan cepat.
Ternyata Dewan Pers merespon dengan baik, media untuk tercatat di Dewan Pers tak perlu ribet lagi, hanya membuat mekanisme pelaporan lewat digital di website Dewan Pers.id.
Jika selama ini, aturan Dewan Pers menetapkan, hanya satu perusahaan untuk satu PT. Sementara itu, realitasnya, beberapa media cetak dan online sesungguhnya tergabung dalam satu unit usaha yang sama.
”Sekarang satu badan usaha boleh untuk dua perusahaan pers, baik online atau cetak,” demikian penjelasan Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun.
Presiden RI, Joko Widodo, dalam acara HPN 2020 menegaskan akan membuat regulasi media massa digital. Dimana, ekosistem media harus dilindungi dan diproteksi, sehingga masyarakat mendapat konten berita yag baik.
Disebutkannya, perlu industri pers yang sehat.
“Tadi disampaikan bahwa platporm digital yang regulasinya belum ada sangat menjajah dunia pers kita, oleh sebab itu saya sudah berbincang-bincang dengan para pemimpin redaksi (pemred). Saya minta segera siapkan draft regulasi yang bisa melindungi dan memproteksi dunia pers kita,” ujarnya.
Jokowi tidak menghendaki semuanya diambil platform digital.
Disebutnya, platform belum bisa ditarik pajak, aturan main tidak ada padahal aturan pers diatur rinci.
“Platform digital tidak pakai aturan, dia ambil iklan dan segala macam tidak ada pajak. Perlu kita atur semua, semua negara mengalami itu, aturan belum ada barang sudah masuk,” tandas orang nomor satu di negara ini.
Tegas dikatakan Presiden, berita medsos tak bisa menggantikan peran media konvensional sebagai ruang publik yang beradab. Keberlanjutan media tidak sepenuhnya bergantung pada regulasi. Media juga dituntut dan harus mampu beradaptasi dengan perubahan dalam masyarakat.
Kepala Negara menyebut, bahwa insan pers selalu ada dalam kesehariannya.
”Berhadapan dengan insan pers itu, saya itu bukan benci, tetapi rindu, tetapi selalu di hati dan selalu rindu,” ucap Jokowi. (tim)