Dilema Peran Strategis Kaum Milenial

Oleh : Kristiya Kartika
Penulis, Ketua Lembaga Pendidikan Dan Pengembangan Swadaya Nasional (LPPSN)

Ditengah-tengah seluruh warga bangsa bekerja keras menghadapi merebaknya covid-19 dengan segala implikasinya, petaka baru menimpa komunitas milenial dan publik.

Dua orang Staf Khusus Presiden RI, Andi Taufan Garuda yg sekaligus CEO Amartha Mikro Fintek dan Adamas Belva Syah Devara (CEO perusahaan platform Ruangguru), mengundurkan diri dari jabatannya di istana.

Pengunduran diri tersebut terkait langsung dengan program penanganan Covid -19. Perilaku kedua Staf Khusus Presiden ditengarahi memenuhi kriteria “conflict of interest” (konflik kepentingan).

Seperti telah diketahui, dua orang Staf Khusus itu menggunakan perusahaannya masing-masing sebagai pelaksana program pelatihan secara on-line Kartu Prakerja ( Ruangguru).

Sedangkan PT Amartha Mikro Fintek menyiapkan Relawan Desa lawan Covid-19 yg diinisiasi Kemendes PDTT, dengan aktivitas melakukan edukasi lapangan ke masyarakat desa serta pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) Puskesmas.

Isu “conflict of interest” menyeruak kencang, karena penugasan kedua perusahaan tersebut melalui mekanisme non-transparan ( ditunjuk langsung, tanpa proses seleksi terbuka ).

Memang dalam kondisi “darurat” semacam saat ini, dan kualifikasi layanan profesi yg relatif “khusus” wajar saja jika penetapan nama perusahaan yg mengerjakan proyek tersebut ditunjuk langsung.

Yang kemudian menuai pertanyaan, karena kedua CEO dua perusahaan yg ditunjuk tak lain “orang dalam”, Staf Khusus Presiden.

Ditambah lagi, dalam suasana kegelisahan sosial, yg ditandai sangat banyaknya proyek yg sudah dianggarkan pemerintah dan akan diseleksi secara terbuka, tiba-tiba harus ditunda karena anggaran yg disiapkan harus digeser guna membiayai program program darurat mengantisipasi dampak Covid-19.

Dan dua perusahaan yg dikelola dua Staf Khusus Presiden tersebut, menjadi pihak yg mengerjakan proyek-proyek darurat itu.

Anggaran proyek yg dikerjakan dua perusahaan tersebut yang jumlahnya besar (disekitar angka Rp. 5,6 Trilyun), juga menjadi faktor memuncaknya kegelisahan.

Kritik keras masyarakat atas peristiwa tersebut diatas secara rasional didasari pemikiran bahwa kaum milenial/kaum muda yg secara alamiah akan menjadi penanggungjawab sekaligus penerus bangsa ini dimasa depan, diharapkan tidak terjebak kultur negatif lama generasi sebelumnya.
Kultur tersebut terbukti membuat kegelisahan nasional, dan menciptakan kemiskinan rakyat. Kultur itu adalah Korupsi.
Kaum milenial perlu mutlak memiliki kesadaran substansial, bahwa rakyat kita masih belum mencapai taraf kehidupan yg dicita-citakan meski telah hampir 75 tahun merdeka.
Dan penyebabnya adalah langkah kaum elit yang kerap terjebak perangkap kenikmatan dalam banyak hal yg disiapkan oleh mereka pengetrap perilaku Neo-liberal.
Pengetrap neo-liberal bisa pihak asing, bisa pula orang Indonesia. Tetapi Neo-liberal yg berakar pada idiologi Kapitalisme dan Kolonialisme, memang lahir dan tumbuh di luar Indonesia.
Dan perilaku Korupsi merupakan konsekuensi logis bagi orang Indonesia yg mengetrapkan neo-liberalisme di bumi Indonesia.
PEMBAGIAN TUGAS STRATEGIS KAUM MILENIAL
Dari berbagai kajian beberapa dekade yang lalu, dan masih relevan hingga kini, kaum milenial/kaum muda disimpulkan mempunyai dua tugas strategis yaitu menjaga keutuhan bangsa ini dalam berbagai perspektif dan memakmurkan kehidupan rakyat serta bangsa.
Kaum muda menurut berbagai studi dan kajian yg pernah dilakukan harus membagi diri dalam tugas strategis tersebut secara proporsional.
Berbagai profesi yg dipilih hendaknya bermuara pada dua tugas tersebut. Dua kata kunci (key words) nya, kesejahteraan & kemakmuran rakyat serta menguatnya peran negara dalam pergaulan dunia.
Kemajuan teknologi-komunikasi menjadi modal besar kaum milenial untuk meraih dua tugas strategis. Dalam mengantisipasi perubahan yg sudah dan akan terus berlangsung secara global, tugas yg perlu diprioritaskan adalah penguasaan ilmu, teknologi serta keterampilan yang digunakan meraih tugas-tugas strategis.
Dengan menyadari sepenuhnya, negara dan bangsa ini memiliki berbagai kekayaan alam serta kultural yang memikat hati berbagai bangsa didunia sejak beberapa abad yg lalu, sehingga menjadikan negara kita pernah berstatus negara-jajahan, tugas insan muda Indonesia adalah menekuni teknik dan keterampilan yang mampu mengoptimalkan kekayaan alam.
Tatkala sudah siap dengan teknik, teknologi, keterampilan dan sisi-sisi strategis pengelolaan, saatnya nanti kaum muda mendesak untuk merubah perencanaan pembangunan secara nasional yang mengandalkan kemandirian ekonomi.
Harus disadari sejak sekitar lima dekade lalu hingga kini kita masih memilih strategi ekonomi dengan membiarkan bangsa ini tergantung pada negara-negara lain.
Sebagai contoh, dengan luasnya wilayah yg tersebar, banyaknya penduduk, dan kebutuhan industri, transportasi dan lainnya, Indonesia sangat besar membutuhkan tenaga listrik. Dan selayaknya kita punya strategi pembangunan tenaga listrik yang tidak mengandalkan dan menguntungkan modal asing.
Saat ini, berbagai pembangkit listrik baik betenaga uap, air, sampah, surya, bayu dan lain-lain masih dikuasai modal asing.
Disamping aspek stratejik finansial, bisnis ini sangat menentukan perkembangan industri, dan kebutuhan masyarakat kedepan.
Jika strategi kelistrikan yg salah saat ini tidak segera direvisi, kita akan menjadi “captive market” dari listrik produk modal asing sekaligus kehidupan ekonomi, sosial dan budaya kita sangat tergantung pada mereka.
Salah satu yg harus segera dibangun oleh komunitas bisnis nasional, khususnya pemerintah, adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Kita memiliki sinar matahari yg panjang dan lama, tidak tergantung pada ketersediaan sumber alam minyak, bumi dan lainnya.
Meski biaya awal pembangunan PLTS lebih mahal, tetapi biaya maintenance (pemeliharaan) PLTS jauh lebih murah.
Jika pemerintah memilih membangun secara serius dalam waktu segera dan dalam jumlah yg banyak, Pembangkit Listrik modal asing akan segera tergeser perannya. Dan ini faktor kongkrit yg menopang kemandirian ekonomi.
Kaum milenial berperan mengisi peluang tersebut dengan menyiapkan diri sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) yang mendesain, membangun, mengelola dan memelihara sekaligus mengembangkan PLTS dalam konteks Ekonomi Energi.

Sikap bahkan tekad menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan mandiri, adalah wajar jika dijadikan kesadaran eksistensial oleh kaum milenial.

Kesadaran eksitensial itu secara otomatis mampu merevisi cara berpikir, gaya hidup, dan keniscayaan yg berorientasi pada budaya asing , yg kerap dianggap salah satu titik lemah.

TANGGUNGJAWAB NEGARA
Terminologi dengan aksentuasi peran strategis kaum milenial kini dan mendatang, tidak bisa melepaskan tanggungjawab Negara.
Tanggungjawab negara adalah menyusun dan melaksanakan sistem pendidikan yang memiliki karakter Indonesia. Dalam kalimat langsung, pemerintah harus menyelenggarakan pendidikan yang menguntungkan Indonesia.
Perlu diberikan kesadaran, rangsangan atau dorongan agar sistem pendidikan kita “down to earth”. Memahami kelebihan dan kekurangan, terus membangun mencapai kemajuan dan kemakmuran dengan mengoptimalkan kelebihan-kelebihan yg dimiliki.
Misalnya, mentalitas bangsa yang kuat akan rasa penyatuan persepsi untuk menutup perbedaan yang ada. Juga sikap menghargai prestasi dan pengorbanan manusia serta menolak persaingan bebas.
Dibalik itu, kita memiliki kelemahan sikap cepat puas diri, boros, konsumtif, mudah patah semangat, mudah diadu domba, kurang berpikir masa depan, menghindar dari tanggangjawab, sampai sikap harus tetap mendapat keuntungan disaat kritis apapun.

Yang tidak bisa dilupakan, adanya realitas bahwa setelah kita akrab dengan modal asing, banyak sikap sampai perilaku yang bisa dikategorikan kekurangan, justru lahir akibat pengaruh sifat dan sikap yg melekat pada pemilik dan pengelola modal asing.

Maka sesungguhnya, telah terjadi perubahan nilai-nilai sosial. Alasan itulah, materi Budi Pekerti yang bersumber dari idiologi Pancasila berdasar Pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, sudah waktunya dioptimalkan lagi dalam materi pendidikan nasional.

Sebaliknya, seperti dibahas sebelumnya, kelebihan-kelebihan dari aspek ekonomi, antara lain pentingnya secara serius membangun PLTS-PLTS, dan lainnya lagi wajib disosialisasikan dalam paket sistem pendidikan nasional.
Sistem pendidikan nasional harus direvisi dari informasi kelebihan-kelebihan nilai idiologi, sosial, ekonomi, politik asing. Menseimbangkan teori dan praktek, adalah salah satu ciri khas sistem pendidikan yang tepat.
Kepada kaum milenial, bangsa ini perlu menanamkan pola leadership (kepemimpinan) dalam segala bidang dengan selalu berorientasi kepada kepentingan bangsa.
Implementasi dari sikap cinta bangsa titik beratnya adalah berorientasi dan bergumul pada kepentingan mayoritas-massa, rakyat, khususnya rakyat miskin dan lemah. Dengan demikian kaum milenial tidak meletakkan posisinya di zona ‘nyaman’ dan ‘aman’.

Tidak ada pendapat dan kesimpulan yang menyatakan peran kaum milenial kini dan mendatang tidak strategis.

Peran mereka sangat strategis, sehingga melibatkannya lebih dini dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk politik dan pemerintahan, khususnya untuk memperoleh pengalaman positif, hukumya wajib.

Namun tetap dalam koridor yg sehat dalam segala hal. Nilai dan perilaku negatif tidak boleh diwariskan, meski berselimut keindahan dan kesenangan.

Mereka harus kita dorong sebagai insan muda yang kritis, kreatif, sederhana, berani bersikap dan anti korupsi. Karena mereka juga insan muda, bukan mustahil salah satu perilaku seniornya menjadi orientasi.
Maka jangan dianggap kecil jika dalam kasus mundurnya dua Staf Khusus Presiden, ada pendapat yg menyatakan bahwa sesungguhnya mereka juga dirugikan karena keduanya “dikorbankan” oleh lingkungannya untuk kepentingan non-milenial.
Dan kita tidak boleh menghakimi peristiwa diatas dengan menggeneralisir sebagai cermin perilaku negatif seluruh kaum milenial. Masih banyak milenial yang memegang teguh prinsip-prinsip independensi dan berdaulat dalam berpikir dan bertindak.
Kaum milenial perlu dibiasakan memiliki sikap kepemimpinan positif dan tegas, diantaranya sikap berdaulat penuh dalam mengambil keputusan. Karenanya, sistem politik dan ekonomi yang sehat harus menolak keras aliansi Penguasa-pengusaha ! (Tim)


Profil Penulis Artikel ini :
Kristiya Kartika
Ketua Pokja Ekonomi Dewan Pakar Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI)
Pengurus Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB). Mantan Ketua Umum Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo)
Vice President, Technical Consultancy Development Program for Asia and the Pacific (TCDPAP),
Sekjen Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN), serta mantan Ketua Umum GMNI,
Ketua DPP KNPI, Wakil Pemimpin Redaksi Mingguan “Swadeshi” Jakarta
Wakil ketua Team Konsultansi Kantor Menteri Muda Pembangunan Kawasan Timur Indonesia, dan anggota Panitia Pemilihan Indonesia (PPI).
Aktif dalam Kajian dan Program Pengembangan Ekonomi-Energi
*Lulus Program Doktor bidang Manajemen Bisnis pada SanBeda College, Manila, Filipina (2009)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: