Diundang FGD Kompolnas Pemusnahan Barang Bukti Narkoba, Ini Pendapat Aktivis Anti Narkoba Asri Hadi

Jakarta, MONITORNUSANTARA.COM,- Kepolisian Nasional (Kompolnas) hari ini menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penanganan dan Pemusnahan Barang Bukti Sitaan Narkoba,” di Hotel Aryaduta, Jakarta. FGD ini dilatarbelakangi mencuatnya kasus seorang perwira tinggi yang terlibat dalam dugaan penjualan barang bukti Narkoba.

Pertemuan dihadiri oleh unsur BNN, Mabes Polri, Kejaksaan Agung maupun dari Kemenkum HAM dan para peneliti dari kampus.

Acara yang digelar sejak pukul 08.00 WIB sampai selesai, dibuka Ketua Harian Kompolnas Benny Joshua Mamoto. Menampilkan para pembicara antara lain Direktur Tahanan dan Barang Bukti BNN Brigjen Pol Samudi S.IK MH.

Kemudian Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Krisno H.Siregar S.IK MH.

Direktur Tindak Pidana Narkoba dan Zat Aditif lainnya Jampidum Kejaksaan Agung RI Marang SH MH dan Kadivkum Polri Inspektur Jenderal R Sigid Tri Hardjanto.

FGD ini akan membedah berbagai hal terkait tata aturan pemusnahan barang bukti narkoba dan rekomendasi penerbitan Peraturan Kapolri tentang Syarat dan Tata Cara Penyerahan dan Pemusnahan Barang Sitaan Narkoba.

Hadir dalam acara FGD antara lain Dewan Penasehat Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI) Asri Hadi. Kemudian Komisioner Kompolnas Irjen Pol Purn Drs Pudji Hartanto Iskandar MM. Kemudian juga mantan pejabat BNN Kombes Pol Purn Slamet Pribadi, Kombes Pol Purn Sundari.

Penggiat Anti Narkoba yang juga Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI) Asri Hadi menyambut baik dan mendukung usaha Kompolnas dalam hal ini Ketua Harian Kompolnas Irjend pol purn Dr Benny Jozua Mamoto SH.M.Si yang mengundang pihak BNN, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung dan Kemenkum HAM agar menetapkan prosedur yang sudah ada dilaksanakan sesuai undang-undang yang berlaku dalam hal penanganan dan pemusnahan barang bukti narkoba.

“Seperti yang disampaikan oleh Komjen Pol Purn Dr Anang Iskandar SH bahwa Pemusnahan barang bukti narkotika yang tidak sesuai prosedur adalah kejahatan, dimana para pelakunya harus ditindak tegas sesuai peraturan yang berlaku,” ujar Asri Hadi disela-sela mengikuti acara FGD di Hotel Aryaduta, Jakarta.

Kejahatan dalam rangka pemusnahan barbuk narkotika tersebut mengancam penyidik dan Kepala Kejaksaan Negeri dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun penjara, paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit 100 juta dan paling banyak 1 milyar rupiah.

Menurut Asri Hadi pemusnahan barang bukti (barbuk) narkotika yang tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU narkotika adalah perbuatan jahat, yang dilakukan oleh penyidik narkotika dan Kepala Kejaksaan Negeri diancam dengan pidana pemberatan. Dan hal ini sudah diatur dalam pasal 91 dan 92 UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.

Asri Hadi menyebutkan bahwa pelaksanaan pemusnahan barbuk narkotika diatur secara khusus dalam UU Narkotika. Disitu disebutkan “setelah penyidik Kepolisian Negara atau BNN menyita barang bukti narkotika “wajib” memberitahukan hasil penyitaannya kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 jam sejak dilakukan penyitaan

“Waktu penyitaan 3 x 24 jam sejak dilakukan penyitaan tersebut tidak bisa ditawar-tawar, ketidaksengajaan atau kelalaian penyidik dalam menepati waktu pemberitahuan hasil penyitaan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat adalah kejahatan yang dilakukan penyidik narkotika secara berjenjang,” sebut Asri.

Setelah menerima pemberitahuan hasil penyitaan barang bukti narkotika dari penyidik Polri atau BNN, Kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu 7 hari “wajib” menetapkan status barang sitaan barbuk untuk kepentingan pembuktian, maupun untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan latihan atau untuk dimusnahkan.

“Persoalannya apakah prosedur yang sudah tertulis di undang undang itu dilaksanakan dan tidak dilaksanakan,” tuturnya.

Ketidak sengajaan atau kelalaian Kepala Kejaksaan Negeri dalam menetapkan status barang sitaan dalam kurun waktu 7 hari sejak diterimanya pemberitahuan hasil penyitaan barbuk narkotika dari penyidik untuk dimusnahkan adalah kejahatan yang dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri secara berjenjang.

Penyisihan barbuk narkotika oleh penyidik narkotika jumlahnya ditetapan Kepala Kejaksaan Negeri dimana barbuk tersebut disita, jumlahnya terbatas “hanya” untuk kepentingan pembuktian.

Sebagaimana pernah dipaparkan pengamat soal Narkoba Komjen Pol Purn Anang Iskandar bahwa pembentukan UU 35 tahun 2009 tentang narkotika dilandasi keprihatinan karena sering terjadi barbuk narkotika bila tidak segera dimusnahkan akan tercecer. Baik ditingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan.

Hal itulah yang membuat perumus UU mengkriminalkan perbuatan penyidik dan kepala kejaksaan Negeri yang bertentangan dengan ketentuan penyitaan dan pemusnahan barbuk narkotika.

Barbuk yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, “wajib” dimusnahkan oleh penyidik dalam waktu 7 hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat.

Dalam keadaan tertentu batas waktu pemusnahan barbuk tersebut diatas dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yang sama. Sehingga pemusnahan barbuk narkotika paling lama 24 hari setelah dilakukan penyitaan, harus sudah dimusnahkan.

Penyidik yang menunda pemusnahan atau menggabungkan barbuk beberapa kasus kemudian baru dimusnahkan adalah kejahatan yang dilakukan oleh penyidik, bila penundaan atau penggabungan pemusnahan barbuk melibatkan atasan penyidik seperti Kapolres pada tingkat Polres, Kadit Narkotika dan Kapolda untuk tingkat Polda maka atasan penyidik tersebut dapat dikenakan pasal turut serta.

Penyidik yang melakukan penundaan atau penggabungan pemusnahan barbuk diancam diancam dengan pidana paling singkat 1 tahun penjara, paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit seratus juta rupiah dan paling banyak 1 milyar rupiah (pasal 140)

Kepala Kejaksaan Negeri dimana barbuk disita, yang tidak tepat waktu untuk menetapkan pemusnahhan barbuk narkotika adalah perbuatan jahat yang diancam dengan pidana paling singkat 1 tahun penjara, dan paling lama 10 tahun dan denda palin sedikit seratus juta rupiah dan paling banyak 1 milyar rupiah (pasal 141). (tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: