MONITORNUSANTARA.COM, Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai keberadaan filantropi esensial bagi demokrasi dan berdampak positif karena akan membagi kewajiban pemerintah dalam hal menyejahterakan masyarakat.
“Apalagi, di negara kita dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan salah satunya terkait kesejahteraan masyarakat,” kata Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti pada webinar bertajuk “Polemik Pengelolaan Dana Filantropi” yang dipantau dipantau di kanal YouTube di Jakarta, Sabtu yang dilansir Antara.
Ia menjelaskan untuk mencapai kesejahteraan yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, tidak bisa serta merta hanya dibebankan kepada negara. Oleh karena itu, pemerintah harus membantu filantropi dengan cara membuatnya lebih akuntabel.
“Karena filosofinya adalah kerja bersama antara negara dengan warga negara,” kata Bivitri.
Bivitri mencontohkan ketika terjadi kasus investasi bodong maka masyarakat akan langsung bereaksi dan meminta negara harus hadir melindungi masyarakat dari tindak kejahatan tersebut.
Sama halnya dengan lembaga filantropi yang mengumpulkan dana umat untuk kembali disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan.
“Sebenarnya filantropi ini seperti investasi juga, tapi investasi untuk akhirat,” ujar akademisi Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera tersebut.
Artinya, negara harus hadir melindungi masyarakat dan lembaga filantropi. Sebab, jangan sampai dana yang dikelola atau dikumpulkan tersebut disalahgunakan oleh oknum untuk kepentingan pribadi sehingga merugikan masyarakat.
Sementara itu, Perhimpunan Filantropi Indonesia mengingatkan para pegiat atau pelaku filantropi di Tanah Air pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat yang mengumpulkan dana kemanusiaan.
“Kepercayaan dan dukungan masyarakat dapat tergerus atau turun akibat perilaku tidak etis dari pegiat filantropi,” kata Ketua Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia Rizal Algamar.***