EDITOR.ID, – Jakarta, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan seluruh pimpinan KPK memantau proses penangkapan dua tersangka yang sebelumnya menjadi buronan, yakni mantan Sekretaris MA Nurhadi (NHD) dan menantunya Rezky Herbiyono (RHE).
“Pimpinan mengikuti seluruh kegiatan mulai dari terdeteksinya posisi tersangka sampai tertangkapnya tersangka,” kata Firli melalui keterangannya di Jakarta, Rabu (3/6).
Firli merespons perihal kabar yang menyebut dirinya tidak mengetahui penangkapan Nurhadi dan Rezky.
Ia mengatakan semua pihak memainkan peran sesuai tataran dan kewenangannya untuk menangkap dua tersangka tersebut.
“Mulai dari kelengkapan administrasi, surat perintah, minta bantuan personil Polri karena hal ini penting supaya bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan sosial,” ungkapnya.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa Pimpinan KPK bekerja secara kolektif kolegial dan terus mengikuti proses penindakan mulai dari penangkapan, penggeledahan sampai dua tersangka itu dibawa ke Gedung KPK.
“Kami juga apresiasi atas dukungan masyarakat, info dari masyarakat serta ketua lingkungan serta rekan-rekan media. Hal penting tidak ada orang bisa meraih sukses tanpa orang lain,” ucap Firli.
Terkait penangkapan dua tersangka itu, Firli juga menegaskan lembaganya telah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi kewenangan KPK.
“Kita kerja sesuai dengan tugas pokok peran fungsi kewenangan KPK. Apa yang dicapai pastilah karena semua pihak memberi andil,” ujar Firli.
Nurhadi dan Rezky bersama Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016 pada 16 Desember 2019. Ketiganya kemudian dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020.
Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan, Senin (1/6) malam. Sementara tersangka Hiendra masih menjadi buronan KPK.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar. (Tim)