Jakarta, EDITOR.ID,- Advokat senior Saor Siagian berpandangan kurang transparannya kasus adanya anggota Detasemen Khusus 88 Anti Teror membuntuti Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, membuat sejumlah jenderal polisi yang inisialnya beredar ke publik menjadi tersandera.

Lebih lanjut Saor Siagian mengatakan apa yang terjadi di Kejakgung tidak bisa dilepaskan dari hal yang sifatnya personal namun kemudian menjadi tanggung jawab kelembagaan. Setidaknya lembaga yang terseret kasus ini.

“Pertama Kejakgung, kedua Kepolisian, ketiga Mabes TNI, dan keempat adalah KPK,” kata Saor dalam sebuah diskusi di program Indonesia Lawyer Club, dengan tema ‘Geger Anggota Densus Diciduk POM TNI karena Menguntit Jampidsus. Apa yang Terjadi di Balik Ini?’.

Menurut Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) ini, ada setidaknya tiga pihak yang tersandera dalam kasus tersebut.

“Ada jenderal berinisial B. Ada tadi jenderal yang terlibat dengan darmawangka yang juga dekat dengan RBS. Aneh juga RBS yang Boy telah sebutkan dia yang paling jumbo tapi sampai sekarang belum dilakukan penyidikan. Apakah kaitannya tadi dengan jenderal B, yang dibilang Boy tadi, yang menjadi pimpinannya,” ujar Saor.

Jangan sampai, lanjut dia, para jenderal ini tersandera. Jika kasus ini tidak dituntaskan, maka kasus ini jadi kuda liar.

Untuk itu, Saor mendorong Kapolri untuk membuka kasus penguntitan Jampidsus ini. Menurutnya, berdasar sebuah polling, jika kasus ini tidak dituntaskan maka kepercayaan publik terhadap Kepolisian akan kembali terpuruk.

Saor juga meminta agar Jaksa Agung berani menetapkan oknum Densus 88 yang membuntuti Jampidsus sebagai tersangka obstruction of justice.

“Tapi jangan berhenti di Bripda IB (oknum Densus 88 yang ditangkap). Pasti ada yang menggerakkan ini. Jika Kapolri tidak sungguh-sungguh (mengusut tuntas), Kapolri bisa dituduh melindunginya. Saya kira kasus ini harus tuntas, siapa menyuruh orang ini (Bripda IB), apa Densus atau yang tadi disebutkan” papar Saor.

Saor menginginkan Menkopolhukam, Kapolri, dan Jaksa Agung duduk mendeklarasikan bahwa ada masalah besar dan bersepakat. “Tidak seperti yang kita dengar di istana bahwa tidak ada masalah,” kata Saor.

Bagi Saor sebenarnya ada masalah yang sangat serius, yaitu korupsi Rp.300 triliun , elemen kepolisian yang dimanfaatkan (oknum tertentu). “Siapa yang menggerakkan (oknum Densus 88 untuk membuntuti Jampidsus) ini?” ungkapnya.

Jampidsus Bukan Teroris Kenapa Bisa Dibuntuti Densus 88

Dalam diskusi ILC yang ditayangkan di kanal Youtube, Saor juga mengungkapkan adanya rilis bahwa telah ditangkap seorang anggota Densus 88 karena menguntit Jampidsus Febrie Ardiansyah.

Peristiwa atau kasus ini cukup aneh. Pasalnya, Densus 88 itu bertugas dan mempunyai misi khusus dalam penanganan terorisme.

“Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah apakah Febrie menjadi target teroris, atau kalau bukan target teroris tentu (penguntitan) tidak lepas dari pekerjaan Febrie (sebagai jampidsus yang menangani korupsi timah, Red),” kata Saor.

Dari tiga lembaga hukum Kejakgung, KPK dan Kepolisian, kata Saor, Kejakgunglah yang paling mendapat kepercayaan publik. Lembaga ini berani membongkar mega korupsi yang terjadi saat ini.

“Kita cuma menyesal dengan pertunjukan saudara Menkopolhukam, Jaksa Agung, dan Kapolri seperti senyum-senyum. Padahal terjadi hal yang mengerika,” kata dia.

Dari 21 orang yang ditetapkan sebagai tersangka (kasus timah), kata Saor, salah satunya adalah tersangka obstruction of justice. “Saya kira dalam kasus ini (penguntitan oleh oknum Densus 88) Febri bukan target teroris,” kata Saor.

Sebagaimana diketahui anggota Densus 88 ditangkap Polisi Militer karena diduga menguntit dan berupaya merekam percakapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Ardiansyah, di sebuah restoran Prancis di Jakarta Selatan. Belakangan diketahui anggota Densus 88 yang tertangkap itu bernama Iqbal Mustofa.

Anggota Densus 88 memata-matai Jampidsus saat makan di Ruang VIP salah satu restoran Prancis di Kemang, Jakarta Selatan, saat makan malam, Minggu (19/5/2024).

Iqbal dan rekannya mengendarai mobil Avanza dengan plat B 1394 RKL. Saat itu Iqbal mengenakan kaus hitam kasual dan masker. Ia merekam kegiatan Jampidsus dengan kamera hpnya. Aksi yang dilakukan Iqbal ketahuan satuan pengawal Jampidsus yang berasal dari Polisi Militer saat mengarahkan alat rekam ke Jampidsus di ruang VIP.

Saat diamankan Polisi Militer Iqbal mengaku sebagai karyawan PT Telkom Indonesia dengan identitas palsu bernama Arjuna Raka Maheswara. Iqbal sempat mengaku sebagai pegawai BUMN. Namun setelah diperiksa kartu tanda pengenal BUMN yang ternyata palsu.

Iqbal berasal dari Tegal, lahir tahun 1999. Menjadi anggota Densus 88 sejak November 2022. Rekan Iqbal berhasil kabur dari lokasi. Beberapa orang lain di luar restoran juga terlihat mengintai dan pergi setelah Iqbal ditangkap.

Kapolri dan Jaksa Agung tampak berusaha menampilkan keakraban selama acara peluncuran Govtech Indonesia di Istana Negara, Jakarta, pada Senin, 27 Mei 2024. Jaksa Agung Burhanuddin tiba lebih dulu sekitar pukul 09.12 WIB dan tampak berbincang dengan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto serta Menteri Sosial Tri Rismaharini. Kapolri Listyo Sigit tiba pukul 09.28 WIB, menyusul Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan mereka berdua juga menyapa para tamu yang hadir.

“Enggak ada apa-apa,” kata Kapolri kepada wartawan yang direspons dengan senyuman oleh Jaksa Agung.

Momen keakraban: Panglima TNI dan Kapolri menyapa Jaksa Agung dengan senyum dan salaman sambil disaksikan oleh para menteri yang hadir. Momen keakraban keduanya juga tampak saat bersama-sama menaiki mobil golf. (tim)

Ikuti MONITORNusantara.com di Google News

Sempatkan juga membaca artikel menarik lainnya, di portal berita EDITOR.id dan MediaSosialita.com