Jakarta, MONITORNUSANTARA.COM,- Bos Bank Centris Internasional Andri Tedjadharma secara mengejutkan mengajukan judicial review atau uji materi atas Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang tengah berlangsung. Bahkan Majelis Hakim MK banyak mempertanyakan kenapa Perpu ini masih digunakan meski sudah usang dan tidak sejalan dengan sejumlah Undang-Undang yang berlaku saat ini.
Perpu mengenai Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) sering digunakan pemerintah cq Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai landasan hukum untuk menyita harta para obligor penerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun terkadang kewenangan dan kekuasaan menyita harta penerima BLBI sering disalahartikan dan disalahgunakan.
Bos Bank Centris Internasional Andri Tedjadharma menjadi pengusaha dan bankir yang berani mengajukan uji materi terhadap Perpu Nomor 49 tahun 1960 tentang PUPN karena ia merasa tidak bersalah dan tidak menerima satu sen pun dana BLBI namun menjadi korban. Harta pribadi Andri Tedjadharma ikut disita pemerintah dan dianggap menerima dana BLBI. Padahal faktanya tidak.
Bos Bank Centris Internasional Andri Tedjadharma mengatakan, inti dan tujuan dirinya mengajukan uji materi Perpu soal PUPN karena untuk menetapkan aturan yang tepat bahwa untuk menyatakan seseorang atau badan hukum memiliki hutang dan atau piutang harus menggunakan prosedur dan dokumen hukum yang benar.
“Oleh karena itu kami perlu menjelaskan bahwa Bank Centris Internasional hanya melakukan “perjanjian jual beli promes nasabah dengan penyertaan jaminan” berdasarkan bukti dokumen Akte 46, bukan ‘perjanjian pengakuan hutang”,” ujar Andri Tedjadharma dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (3/5/2025)
“Dan pengertian atau maksud dari kata obligor itu adalah orang yang berhutang, sedangkan hubungan Bank Centris dengan BI bukan perjanjian hutang, sampai kapan pun tidak bisa “kata jual beli menjadi ” berubah kata hutang”,” tegasnya.
Menurut Andri, semua yang dibicarakan dan dibahas soal piutang BLBI tidak ada maknanya apabila Bank Indonesia, BPPN, DJKN serta PUPN tidak dapat menunjukkan suatu bukti yang mutlak yang harus ada. Yakni bukti adanya transfer dan pembayaran ke rekening koran Bank centris internasional Nomor 523.551.0016.
“Dan rekening koran yang mereka klaim, anehnya kami sebagai pemilik bank tidak pernah diperlihatkan bahkan diminta dengan surat resmi berkali-kali tapi tidak di respon, lalu bagaimana mau menetapkan seorang punya hutang atau piutang jika semua bukti primer yang mutlak itu tidak ada sampai 27 tahun ini,” katanya.
“Apalagi terbukti berdasarkan audit BPK terhadap Centris International Bank (CIB) Nomor 523.551.000 bahwa dana sebesar Rp 490 miliar itu di kredit ke rekening Centris International Bank Nomor 523.551.000 jenis individual yang kami tidak ketahui milik siapa,” tegasnya.
Dan pembayaran itu bukan ditransfer ke rekening Bank Centris Internasional Nomor 523.551.0016. “Disini terbukti bahwa Bank Centris Internasional Nomor 523.551.0016 tidak pernah menerima Pembayaran dari Bank Indonesia satu rupiah pun dari hasil perjanjian jual beli promes nasabah dengan penyertaan jaminan sesuai akte 46,” katanya.
Maka apabila Dirjen Kekayaan Negara menyatakan Bank Centris Internasional bernomor 523.551.0016 dan Andri Tedjadharma sebagai Obligor, menurut Andri, itu tuduhan yang serius dan berbahaya. “Apalagi di kasih embel embel BLBI,” katanya.
Kata BLBI tidak ditemukan dalam produk Bank Indonesia, sangat bahaya menggunakan “istilah BLBI” karena BLBI ada indentik dengan bantuan yang konotasi tidak wajib dikembalikan, sedangkan yang ada pada BI adalah produk SPBU dan SPBU-K artinya khusus.
“SBPUK itu lah yang dijadi kan kata BLBI maka kami ingat kan bahaya nya menggunakan kata BLBI apalagi tersurat,” papar Andri.
Dan untuk SPBU-K itu diberlakukan pada bank-bank yang bersaldo debat atau negatif pada tanggal 31 Desember 1997, semua bank yg ber saldo merah nya dikonversi menjadi SBPUK, kecuali Bank Centris Internasional Nomor 523.551.0016.
“Karena Bank Centris Internasional tidak bersaldo debet, hal ini sesuai surat pernyataan dari Bank Indonesia pada tanggal 30 Desember 1997. Dan itu ada bukti dari BPK RI. Sehingga Bank Centris Internasional Nomor 523.551.0016 juga tidak pernah menerima SBPUK,” katanya.
Disini sudah sangat jelas hubungan Bank Centris Internasional dengan Bank Indonesia dengan akte 46. Dan BI hubungan dengan Kemenkeu dengan akte 39. Dan Bank Centris Internasional Nomor 523.551.0016.
“Dan saya pribadi tidak ada hubungan apa pun dengan Kemenkeu, maka hubungan yang berlaku adalah hukum privat antara kami dengan BI, lalu kenapa pribadi kami dan Bank Centris Internasional ditarik ke hukum publik,” katanya.
Sedangkan Bank Centris tidak terdaftar dari audit BPK tentang PKPS tahun 2006 dan Andri Tedjadharma selaku pemilik Bank Centris tidak pernah pernah tanda tangan APU, MRNIA, dan MSAA.
“Saya secara pribadi juga tidak terlibat dalam pembuatan akte 46 lalu kenapa hanya saya yang di tagih,” katanya dengan nada tanya.
“Apakah sudah jelas ada hubungan hukumnya sehingga bisa menarik kami ke hukum publik, mengenai amar putusan Mahkamah Agung Nomor 1688 yang tidak terdaftar di MA ini disebut akta 46 dan 47 adalah sah dan berharga padahal di dalam akte tersebut dinyatakan ada nya penyerahan promes-promes nasabah Bank Centris sebesar Rp 492 miliar dan jaminan seluas 452 hektar yang hari ini tidak di ketahui rimba nya,” paparnya.
Dan semua fakta ini diakui oleh KPKNL dengan surat resmi, dan disebutkan Bank Centris melakukan perbuatan melawan, sedangkan dipertimbangkan hakim tidak menjelaskan.
“Pertimbangan hukumnya serta di pidsus kejaksaan Agung jelas menyatakan tidak di temukan unsur pidana pada pengurus dan pemegang saham Bank Centris Internasional. Karena itu diserahkan ke kemenkeu, dan di amar itu hanya declatoir tidak menyebut Andri Tedjadharma harus membayar berapa kepada negara,” ujar Andri.
“Saya pikir kita sudah jelas dan kalau di kembangkan lagi akan berbahaya bagi kelangsungan perekonomian Indonesia,” tegas Andri.
“Kesimpulan nya kami bukanlah Obligor BLBI, Obligor PKPS dan penanggung jawab seperti yang dimaksud oleh Dirjen Kekayaan Negara, justru sebaliknya BPPN harus bertanggung jawab melakukan penutupan bank secara sepihak pada di SK BPPN Nomor 15, itu disebutkan untuk disehatkan dan bukan untuk di bekukan,” imbuhnya.
Oleh karena kerancuan dalam pengambilan keputusan itulah yang menjadi penyebab tidak tuntasnya kasus ini selama 27 tahun. Masalah BLBI yang seharusnya 3 tahun sudah selesai.
Andri berharap dan meminta kepada yang Mulia bapak Ketua Majelis hakim Mahkamah Konstitusi dan yang mulia para hakim anggota untuk mempelajari dan memperbaiki Perpu Nomor 49 tahun 1960 yang memang sudah usang dan tidak sesuai lagi dengan jaman, penuh hal-hal yang menabrak Undang-Undang lainnya antara lain UU PT dan UU Waris, dan Hak Asasi Manusia.
Andri berharap untuk selanjutnya dalam menetapkan keputusan, agar MK adil dan sesuai harapan masyarakat luas.
“Orang berani minta gelar perkara, dan lapor ke polisi, serta minta DPR melakukan RDPU kemudian melaporkan ke ombudsman dan ke KY. Dan bahkan mensomasi pemerintah berarti orang itu dalam posisi bener dan kuat,” kata Andri. (tim)