MONITORNUSANTARA.COM – Deden Wahyudiyanto, MM, CSA, CRP, CIB, CPIA, GRCP, IRMP, President Director PT TAP Kapital Indonesia menegaskan pentingnya tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan (GRC) dalam industri pasar modal Indonesia, Jakarta (18/8/25).

Seiring percepatan teknologi, transaksi efek kini semakin mudah, murah, dan cepat.

Namun, konsekuensinya, kontrol harus lebih kuat, risiko dijaga lebih ketat, dan tata kelola dijalankan secara paripurna.

Nostalgia Bursa: Dari Printer ke Ponsel Pintar

Saya teringat 25 tahun lalu, ketika baru bertugas “menjaga” berita pasar modal.

Hampir setiap hari saya berkantor di Gedung Bursa Efek Indonesia—waktu itu masih disebut Bursa Efek Jakarta—bercampur dengan pialang, analis, dan investment banker.

Suasana penuh dinamika membuat saya memahami betapa tinggi risiko investasi, baik bagi investor, perusahaan, maupun bursa dan sekuritas.

Setiap sore, sebelum kembali ke redaksi, saya masih sempat mendengar bunyi puluhan printer bersautan di trading floor.

Kini, suasana itu tinggal kenangan. Trading floor yang dulu sakral tak lagi ada. Semua telah tergantikan oleh layar komputer, laptop, hingga ponsel pintar.

Teknologi dan Risiko Pasar Modal

Transformasi digital membawa berkah sekaligus ancaman.

Proses transaksi semakin efisien, tetapi potensi risiko meningkat: fluktuasi harga ekstrem, salah input order, kegagalan penyelesaian, hingga manipulasi pasar.

Di sinilah fungsi Perantara Pedagang Efek (PPE) dan Penjamin Emisi Efek (PEE) menjadi vital.

PPE berperan sebagai jembatan transaksi investor, sementara PEE membantu emiten menyiapkan proses go public.

Kedua peran tersebut memerlukan tata kelola risiko yang kokoh agar kepercayaan investor tetap terjaga.

Regulasi OJK: Peta Navigasi di Tengah Gejolak

OJK menyadari bahwa di balik gemerlap pasar modal, selalu ada risiko besar. Karena itu, regulator menghadirkan dua “peta navigasi” penting.

  • POJK 06/2021 mengatur manajemen risiko perusahaan efek.
  • POJK 13/2025 memastikan pengendalian internal berjalan efektif.

Keduanya ibarat rumah yang harus kokoh: governance sebagai desain, risk management sebagai insinyur, dan compliance sebagai pengawas pembangunan.

Three Lines of Defense: Pertahanan Berlapis

Perusahaan efek tak bisa mengandalkan satu lapis perlindungan saja. Konsep Three Lines of Defense menjadi pendekatan standar.

  1. First Line – Unit bisnis dan operasional memastikan setiap transaksi sahih dan aman.
  2. Second Line – Manajemen risiko dan kepatuhan mengawasi dokumen serta memberi edukasi staf.
  3. Third Line – Audit internal menutup celah dengan melaporkan temuan langsung ke manajemen puncak.

Model pertahanan berlapis ini bukan sekadar teori, melainkan praktik harian yang menjaga keberlangsungan perusahaan.

Kompetensi SDM: Faktor Penentu

Namun, faktor manusia tetap menjadi kunci. Dealer, staf back office, dan investment banker wajib memiliki lisensi WPPE, WPEE, WMI, atau WAPERD.

Manajer risiko dan pejabat kepatuhan idealnya memegang sertifikasi CRP atau ISO 37301.

Auditor internal pun perlu sertifikasi audit berbasis risiko.

OJK telah menetapkan standar kompetensi melalui SKKNI No.20 Tahun 2024 dan KKNI No. KEP-11/D.02/2024.

Meski demikian, kesiapan lembaga sertifikasi profesi dan pelatihan masih menjadi tantangan besar.

Lebih dari Sekadar Kepatuhan

Pada akhirnya, POJK 06/2021 dan POJK 13/2025 bukanlah sekadar kewajiban administratif.

Ia menjadi “peta jalan” agar perusahaan efek bukan hanya bertahan, melainkan juga tumbuh sehat di pasar modal yang penuh tantangan.

Di tengah dinamika pasar, perbedaan antara sekadar bertahan hidup dan benar-benar berkembang terletak pada seberapa kuat GRC dipadukan dalam denyut operasional.

Kepatuhan yang disiplin akan melahirkan kepercayaan, dan kepercayaan adalah modal terbesar bagi keberlangsungan pasar modal Indonesia.

FAQ: Tata Kelola, Risiko, dan Kepatuhan di Pasar Modal

1. Apa itu GRC dalam konteks pasar modal?
GRC adalah singkatan dari Governance, Risk, and Compliance. Dalam pasar modal, GRC memastikan perusahaan efek memiliki tata kelola yang baik, manajemen risiko yang efektif, serta kepatuhan pada regulasi OJK dan BEI.

2. Mengapa GRC penting bagi perusahaan efek?
Karena pasar modal penuh risiko: fluktuasi harga, salah input order, kegagalan penyelesaian transaksi, hingga potensi manipulasi harga. GRC membantu meminimalisir risiko tersebut.

3. Apa fungsi Perantara Pedagang Efek (PPE)?
PPE berperan sebagai jembatan antara investor dengan pasar modal. Mereka memastikan setiap transaksi berjalan lancar, transparan, dan sesuai aturan OJK.

4. Apa fungsi Penjamin Emisi Efek (PEE)?
PEE membantu perusahaan yang ingin go public, mulai dari menentukan harga penawaran hingga menjamin penjualan saham di pasar perdana.

5. Regulasi OJK apa yang mengatur risiko perusahaan efek?
POJK No. 06/POJK.04/2021 mengatur tata cara perusahaan efek mengelola delapan kelompok risiko, termasuk risiko pasar dan kredit.

6. Bagaimana OJK mengatur pengendalian internal perusahaan efek?
Melalui POJK No. 13/POJK.04/2025 yang mewajibkan perusahaan efek membangun sistem pengendalian internal untuk mencegah kesalahan dan manipulasi harga.

7. Apa itu konsep Three Lines of Defense?
Three Lines of Defense adalah model pertahanan berlapis: lini pertama unit bisnis/operasional, lini kedua manajemen risiko & kepatuhan, dan lini ketiga audit internal.

8. Sertifikasi apa saja yang wajib dimiliki SDM perusahaan efek?
Dealer dan staf butuh lisensi WPPE, WPEE, WMI, WAPERD. Manajer risiko idealnya bersertifikasi CRP atau ISO 37301, sedangkan auditor internal memerlukan sertifikasi audit berbasis risiko.

9. Bagaimana OJK mendukung standar kompetensi SDM pasar modal?
OJK menetapkan SKKNI No.20/2024 dan KKNI No. KEP-11/D.02/2024 untuk memastikan kualifikasi tenaga profesional di bidang kepatuhan, risiko, dan audit internal.

10. Apa manfaat utama penerapan GRC bagi investor?
GRC membangun kepercayaan investor. Dengan tata kelola baik, risiko terukur, dan kepatuhan penuh, perusahaan efek mampu memberi rasa aman dan menarik lebih banyak investasi.

Tiga Poin Penting

  1. GRC dan regulasi OJK bukan sekadar kepatuhan, melainkan fondasi daya tahan perusahaan efek di tengah risiko pasar modal yang dinamis.
  2. Konsep Three Lines of Defense membangun pertahanan berlapis: operasional, kepatuhan, hingga audit internal demi menjaga kepercayaan investor.
  3. Kompetensi SDM bersertifikasi menjadi kunci. Tanpa profesional berlisensi, tata kelola dan manajemen risiko hanya sebatas teori di atas kertas.

Ikuti MONITORNusantara.com di Google News

Sempatkan juga membaca artikel menarik lainnya, di portal berita EDITOR.id dan MediaSosialita.com