MONITORNUSANTARA.COM- Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Prabowo Subianto menaikkan nada bicaranya dalam acara International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue ke-20 pada Sabtu (3/6/2023) di Singapura. Ketika sesi tanya jawab, seorang penanya dari Jerman mengkritisi tentang proposal perdamaian Rusia-Ukraina yang diusulkan oleh Prabowo.

Penanya dari Jerman itu mengatakan, usulan proposal perdamaian itu cenderung berat sebelah dan tidak akan menguntungkan Ukraina. Menurutnya, jika Ukraina berhenti berjuang maka mereka akan kehilangan kedaulatannya.

“Jika mengikuti proposal Anda untuk gencatan senjata, bukankah ini hanya akan memperkuat konflik di Eropa?,” ujar seorang penanya dari Jerman kepada Prabowo.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Prabowo menegaskan, proposal tersebut bertujuan untuk penyelesaian konflik. Prabowo kembali menekankan posisi netral Indonesia dalam konflik Rusia-Ukraina.

“Saya tidak mengatakan pihak mana yang benar atau salah, dan menurut saya ini diartikan secara keliru karena posisi Indonesia sangat jelas, di PBB kami memilih melawan Rusia, Anda dapat memeriksa catatan pemungutan suara kami,” ujar Prabowo.

Prabowo menegaskan, usulan proposalnya merupakan upaya untuk resolusi konflik yang secara historis telah dilakukan. Prabowo mengatakan, mitra internasional semestinya harus memikirkan dampak konflik untuk jangka panjang.

“Jadi, tolong teman-teman kami di Eropa, tolong jangan hanya berpikir untuk lima atau sepuluh tahun ke depan, pikirkan untuk 50 tahun ke depan,” ujar Prabowo.

Asia lebih berpengalaman

Prabowo mengatakan, Asia lebih berpengalaman dalam menangani konflik. Bahkan konflik di Asia lebih berdarah dan lebih parah ketimbang konflik di Ukraina.

Prabowo mencontohkan sejumlah invasi di Vietnam dan Kamboja yang menimbulkan konflik berdarah. Indonesia juga telah melewati sejumlah invasi hingga akhirnya meraih kemerdekaan. “Kami di Indonesia mengalami invasi beberapa kali, kami berpengalaman dalam perang, kami ingin membantu,” kata Prabowo dengan tegas.

Prabowo menjelaskan, usulan zona demiliterisasi dapat diterapkan untuk menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina. Dia mencontohkan, zona demiliterisasi berhasil diterapkan antara Korea Utara dan Korea Selatan, begitu pula di Vietnam dan Sinai. Bahkan, Amerika Serikat mengirim pasukan untuk berjaga di sejumlah wilayah konflik.

Prabowo menegaskan, kekerasan dalam kedaulatan bukan hanya berlangsung di Eropa. Konflik juga terjadi di Timur Tengah, dan Afrika. Mereka juga mengalami invasi dan kekerasan. “Maka tujuan saya adalah bagaimana kita berupaya melakukan resolusi konflik dan tetap menghormati keputusan PBB. Jadi, saya tidak menyamakan agresi dengan agresor, tolong dipahami, kami telah mengalami agresi beberapa kali,” ujar Prabowo.

Prabowo mengatakan, Indonesia siap mengirimkan pasukan perdamaian guna mendukung diakhirinya perang di Eropa. Peperangan ini, jelas dia, sudah menyebabkan kerusakan luar biasa dan banyaknya rakyat sipil yang menjadi korban.

“Yang pertama harus kita lakukan adalah meminta pihak Ukraina dan Rusia untuk menerapkan gencatan senjata,” kata Prabowo saat menjadi panelis pada pembahasan “Resolving Regional Tensions”.

Langkah kedua, Prabowo meminta kedua belah pihak mundur 15 km dari titik gencatan senjata saat ini. Ketiga, meminta Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membentuk pasukan penjaga perdamaian dan menempatkan di wilayah demiliterisasi sekarang ini.

“Kemudian PBB menggelar referendum kepada masyarakat yang tinggal di wilayah demiliterisasi,” ujar Prabowo.

Ia berharap usulan penghentian perang ini disetujui oleh semua negara. “Saya memutuskan bahwa Indonesia akan menjadi negara pertama yang ikut menjadi pasukan penjaga perdamaian,” tegas Menhan.

Usulan Prabowo yang di luar perkiraan para peserta dialog sempat menimbulkan pertanyaan. Mereka mengkhawatirkan usulan ini menjadi pembenaran terhadap agresi yang dilakukan Rusia. Namun, ia menegaskan, Indonesia dalam posisi yang menentang agresi terhadap Ukraina.

“Saya tidak mengatakan benar atau salah. Posisi Indonesia dalam agresi terhadap Ukraina jelas menentang. Yang sampaikan adalah jalan keluar. PBB harus mengambil sikap untuk menyelesaikan perang ini agar tidak berlarut-larut dan menyulitkan kehidupan di seluruh dunia,” tegas Prabowo.

Pemerintah Ukraina menolak usulan yang ditawarkan oleh Prabowo. Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov menilai proposal perdamaian yang ditawarkan Prabowo merugikan negaranya.

“Kedengarannya (proposal ini) seperti rencana Rusia, bukan rencana Indonesia. Kami tidak butuh mediator ini datang kepada kami (dengan) rencana aneh ini,” kata Rezkinov, dilansir media Ukraina, Ukrinform.

Alih-alih berdamai, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada akhir pekan lalu menyatakan, angkatan bersenjata Ukraina saat ini telah siap memulai serangan balasan. Namun, ia mengakui, serangan balasan tersebut kemungkinan akan sangat merugikan Ukraina.

“Saya tidak tahu berapa lama yang dibutuhkan (untuk memulai serangan balasan). Jujur, hal itu bisa dengan cara berbeda, cara yang sangat berbeda. Tetapi, kami akan melakukannya,” katanya dalam wawancara dengan Wall Street Journal.

Ikuti MONITORNusantara.com di Google News

Sempatkan juga membaca artikel menarik lainnya, di portal berita EDITOR.id dan MediaSosialita.com