EDITOR.ID, Jakarta,- Pengamat hukum Dr Urbanisasi meminta pemerintah tak usah terpengaruh adanya desakan kelompok tertentu yang mengaku Alumni 212. Mereka memunculkan opini penolakan terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sebagai calon kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) baru.
Karena menurut pasal 27 UUD 1945, negara menjamin dan melindungi semua warga negaranya punya kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
“Tidak ada diskriminasi karena dia etnis tertentu, agama tertentu atau alasan lain. Sehingga kelompok ini tidak punya wewenang dan dasar hukum untuk melarang pak Ahok dipercaya duduk sebagai Kepala Badan Otoritas Ibu Kota Negara (IKN),” ujar Urbanisasi.
Keputusan pengangkatan pejabat pemerintahan menjadi hak prerogatif Presiden. Sementara kelompok ini tidak punya dasar hukum dan hak untuk mengatur kebijakan Presiden yang selama ini didukung mayoritas rakyat Indonesia.
“Orang-orang itu enggak punya kedudukan hukum dan hak untuk melarang seseorang, dasarnya apa? memang siapa mereka itu? Kan itu sama dengan melanggar hak seseorang yang dilindungi UUD 1945 bahwa warga negara bersamaan kedudukan hukum dan pemerintahan, tidak ada diskriminasi apapun,” tegas Urbanisasi.
Pernyataan Urbanisasi ini menanggapi suara-suara yang menolak Ahok menjadi pemimpin ibu kota baru. Penolakan datang dari Alumni 212 yang disuarakan Ketua Media Center Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin dan Mujahid 212 sebagaimana disampaikan Ketua Korlabi Damai Hari Lubis.
“Ya boleh saja sebagai sebuah aspirasi. Tetapi kalau mereka menolak, mereka enggak punya kewenangan. Tidak ada urusannya. Itu semua kan terkait otoritasnya Presiden,” papar Urbanisasi menanggapi suara mereka.
Dosen Universitas Tarumanegara ini menyebutkan dalam RUU Ibukota Baru kemungkinan sudah termaktub pasal yang mengatur masa transisi kepemimpinan. Sehingga di awal mendirikan ibukota, yang menunjuk Kepala Badan Ibukota Baru adalah otoritas Presiden Jokowi.
“Maka siapa pun tidak boleh mengintervensinya. Apalagi secara track record, mantan gubernur DKI Jakarta itu menurut saya tidak punya masalah,” kata praktisi hukum ini.
“Kemudian jika orang-orang itu mempersoalkan rekam jejak, menurut saya rekam jejak pak Ahok cukup bagus saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, banyak terobosan luar biasa yang dibuat beliau,” sambung Urbanisasi.
Urbanisasi menduga motif dibalik penolakan PA 212 terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta itu hanya jualan isu lama yang sengaja terus dimunculkan untuk mencari perhatian publik dan membangun opini.
“Menurut saya, jelas sekali bahwa sikap mereka itu jauh melampaui kewenangan dia, ngapain kita pikirin, ga ada urusannya,” ujar Direktur Lembaga Pendidikan Hukum Lemdik Phiterindo ini.
Pria yang berprofesi sebagai Advokat Senior ini menilai, tidak ada relevansinya penolakan yang diutarakan PA 212 dengan kebijakan seorang Presiden yang menjalankan perintah Undang-Undang.
“Kalau UU memerintahkan Presiden menunjuk calon yang akan menjabat Kepala Badan Otoritas Ibukota maka sebagaimana diatur dalam UU, itu menjadi hak prerogatif Presiden sebagaimana belum lama ini Presiden memilih dan mengangkat jajaran Dewan Pengawas KPK, jadi tidak ada yang salah jika sudah diatur dalam UU,” paparnya.
Jadi menurut Urbanisasi, tidak ada yang bisa mendikte negara atau menghalang-halangi hak Presiden untuk memasukkan Ahok sebagai salah satu kandidat Kepala Badan Otoritas Ibukota. “Kalau ada yang sok bisa mendikte negara dengan mengatasnamakan kelompok tertentu trus presiden harus menuruti apa kehendak mereka, ini sangat tidak masuk akal,” ucap dia.
Pada Senin (2/3/2020), Presiden Jokowi mengumumkan sejumlah nama kandidat yang bakal jadi Kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru. Selain Ahok, terdapat sejumlah nama lain seperti Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Tumiyana, dan Bupati Banyuwangi Azwar Anas.
Presiden Jokowi mengakui bahwa nama mantan Gubernur DKI yang kini Komisaris Utama PT Pertamina Basuki ‘Ahok’ Tjahja Purnama menjadi salah satu yang mungkin ditunjuk memimpin ibu kota baru negara di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertangeara, Kalimantan. (tim)