Usul Lembaga Negara Dilikuidasi dan Dimerger dengan Kementrian

EDITOR.ID, Jakarta,- Beban anggaran pemerintah di APBN 2021 akan semakin berat jika perekonomian global melamban. Apalagi dana subsidi BPJS akan semakin membengkak setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan tarif BPJS.

Menghadapi ancaman defisit APBN yang dikhawatirkan akan semakin menganga, Pengamat birokrasi Dr Urbanisasi melemparkan gagasan melikuidasi sejumlah lembaga negara semacam Komisi yang saat ini peran dan fungsinya mirip kantor Kementrian Negara.

“Merampingkan kelembagaan negara akan menjadi solusi yang tepat, karena dengan demikian policy pemerintah lebih berpihak kepada rakyat dan ini akan membuat stabilitas negara aman,” ujar Staf Pengajar Universitas Tarumanegara ini di Jakarta, Selasa (10/3/2020)

Anggaran pemerintah banyak terbuang untuk menggaji ratusan pejabat dan pegawai lembaga negara yang peran dan fungsinya sama dengan Kantor Kementrian Negara. Anggaran ini mencapai triliunan. Yang seharusnya bisa digunakan untuk mensubsidi anggaran kesehatan rakyat melalui BPJS dan anggaran menggerakkan ekonomi rakyat melalui pinjaman usaha murah.

“Jika negara mampu menjamin kesehatan, lapangan kerja, kesejahteraan rakyat, maka negara akan stabil dan tidak akan muncul gejolak karena rakyat merasa uang negara digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan habis untuk membayar gaji puluhan pejabat di lembaga negara yang terus di buat,” paparnya.

Untuk melikuidasi lembaga negara tersebut cukup merevisi Undang-Undangnya dan menggantikan peran negara dalam menjalankan Undang-Undang dilakukan oleh Kementrian Negara. “Sehingga negara menjadi lebih efisien,” paparnya.

Sebagai contoh, lanjut Urbanisasi, lembaga negara seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) maupun Komisi Informasi Publik (KIP), fungsi dan perannya justru lebih dominan dilakukan oleh Direktorat Informasi Publik ataupun Direktorat Penyiaran di Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo)

“Apalagi semakin kesini perkembangan dunia penyiaran semakin berubah cepat dan signifikan, sekarang ini konten penyiaran bukan monopoli televisi tapi sudah menyebar luas melalui media sosial youtube, warga mengakses penyiaran justru lebih banyak melalui youtube, apakah lembaga seperti KPI atau KIP masih efektif?,” kata Urban dengan nada tanya.

Karena dengan perkembangan dan kemajuan teknologi dan media sosial, sekarang lembaga pemerintah menjadi sangat transparan. “Data kinerja lembaga pemerintah dan negara sekarang ini mudah diakses setiap orang melalui teknologi, jadi buat apalagi ada lembaga semacam Komisi Informasi Publik, saya kira peran dan fungsinya bisa dikerjakan oleh Kementrian Negara Kominfo,” katanya.

Lembaga lainnya yang juga bisa diefisiensikan misalnya Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas). Lembaga ini bisa digabung dengan Kementrian Keuangan atau Pertamina.

“Karena regulasi bagi hasil eksplorasi migas kita oleh asing masuk pendapatan ke APBN dan dikelola juga oleh Kementrian Keuangan, kenapa tidak langsung saja akuntan dari Kementrian Keuangan yang menghitung nilai bagi hasil dengan perusahaan migas asing yang selama ini dilakukan SKK Migas, saya kira Kemenkeu juga punya kompetensi kuat mengendalikan kerjasama eksplorasi Migas dengan perusahaan asing demi pemasukan negara,” katanya.

Demikian pula Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Tujuan dan fungsi lembaga ini juga bisa dilakukan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak.

“Bahkan kalau saya melihat peran kementrian dan pemerintah dalam melindungi perempuan dan anak lebih besar dilakukan oleh pemerintah. Salah satu contohnya sekarang di tiap Kantor Polisi sudah ada Direktorat Perempuan dan Anak, tujuannya negara hadir untuk melindungi perempuan dan anak, bahkan tugas pemerintah dan kepolisian lebih nyata dibanding lembaga semacam Komisioner yang saya melihat lebih banyak membuang uang negara untuk kegiatan yang sifatnya hanya sosialisasi, karena secara aksi nyata mereka terkungkung undang-undang,” kata Doktor jebolan Universitas Hasanudiin ini.

Sehingga dana APBN bisa dialokasikan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

“Misalnya anggaran bisa dipakai untuk mensubsidi biaya kesehatan yang sekarang sudah sangat mahal sekali. Jadi rakyat diberikan iuran BPJS gratis melalui anggaran APBN, jika rakyat merasa terlindungi dan terjamin oleh negara, maka gejolak sosial akan sangat kecil terjadi karena rakyat sudah merasakan hadir dalam kesulitan yang mereka hadapi,” papar praktisi hukum ini.

Demikian pula dalam mengatasi problem biaya layanan kesehatan yang mahal, Urbanisasi mendesak pemerintah membangun Rumah Sakit untuk penyakit tertentu lebih banyak. Agar masyarakat tidak terkonsentrasi hanya di satu rumah sakit saja.

“Misalnya untuk Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Otak (Stroke), Rumah Sakit Jantung, saran saya di setiap propinsi minimal ada empat Rumah Sakit, sehingga tidak seperti sekarang saya melihat ratusan pasien harus antri karena Rumah Sakit yang lengkap dan canggih hanya ada satu di Jakarta seperti Rumah Sakit Kanker Dharmais, Rumah Sakit Jantung Harapan Kita dan Rumah Sakit Otak di Cawang,” kata Urban.

Presiden diminta Urbanisasi lebih memprioritaskan dana APBN untuk membangun lebih banyak rumah sakit spesialis Kanker, Jantung dan Otak yang selama ini jumlah pasiennya kian meningkat sementara tempat layanan kesehatannya terbatas dan mahal.

“Jadi pendapat saya gunakan anggaran APBN untuk membangun Rumah Sakit murah buat warga miskin untuk penyakit yang biayanya mahal seperti kanker, jantung dan otak,” katanya.

Sehingga komposisi anggaran APBN lebih berpihak kepada rakyat dan membuat pemerintah semakin mudah mewujudkan pelayanan yang bagus kepada rakyat. (tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: