Surabaya, Jatim, MONITORNUSANTARA.COM,- Kondang Kusumaning Ayu sukses meraih suara besar di pemilihan anggota DPD RI untuk wilayah Jawa Timur. Perolehan suara Ayu mencapai 10,76 persen. Ia meraih suara besar karena menjadi salah satu calon DPD yang disebut warganet memiliki paras cantik dan sempat viral di sosial media.

Ayu menduduki posisi empat, atau batas terakhir perebutan kursi untuk DPD RI daerah pemilihan Jawa Timur.

Ayu beruntung karena baru-baru ini dirinya viral video di TikTok. Hal ini menunjukkan banyak masyarakat memilih caleg DPD RI wilayah Jawa Timur itu karena parasnya yang cantik.

Seperti yang diunggah akun TikTok @yudhistira213_. Dilihat detikJatim, video tersebut bertuliskan “sopo sing ra kenal kondang kusumaning ayu tapi malah nyoblos!” dengan caption “kog isok nyaleg modal ayu”. Video tersebut telah dilihat sebanyak 3,2 juta kali di TikTok.

Menanggapi fenomena caleg yang dipilih masyarakat lantaran parasnya, pakar politik gender Universitas Airlangga Dr Dwi Windyastuti Budi menyampaikan, hal tersebut tampaknya sudah dikonstruksi bahwa aspek fisiologis dapat menarik atensi masyarakat.

Tetapi sangat disayangkan jika kemudian hal ini hanya digunakan individu hingga partai tertentu untuk mendulang suara dan tidak diiringi dengan upaya pemberdayaan perempuan di bidang politik.

“Ini sudah dikonstruksi partai politik bahwa partai yang mengusung calon yang cantik pasti akan terpilih. Itu menggunakan fisiologis perempuan. Ini kemudian memperlihatkan perempuan sebagai supporting role, mungkin untuk suara partainya, daripada ada upaya memberdayakan perempuan di bidang politik,” ujar Dr. Dwi Windyastuti Budi sebagaimana dilansir dari detikJatim, Kamis (15/2/2024).

Ia melanjutkan, dunia politik kerap menunjukkan maskulinitasnya dibanding feminitas, sehingga kemudian muncul fenomena-fenomena perempuan dipilih karena kecantikannya dan mengesampingkan kemampuannya. Padahal, perempuan yang terjun ke politik juga memiliki potensi dan kemampuan yang unggul.

“Dunia politik ini lebih memperlihatkan arena yang sangat maskulin sehingga ketika pemilih melihat kecantikan, ia kemudian memilih itu. Berbeda kalau dari area feminitas akan yang akan melihat dari kemampuan para perempuan, bagaimana ia mendapatkan suara karena kemampuannya,” tutur Dwi.

Sah-sah saja masyarakat memilih karena ketertarikannya pada aspek fisiologis perempuan, namun hendaknya masyarakat juga lebih rasional untuk turut mempertimbangkan bagaimana visi misi dan track record dari para peserta pemilu agar mereka yang terpilih dapat mewakili kepentingan rakyat untuk ke depan.

“Karena pemilu ini juga menjadi sarana entering to politics. Kalau yang dipilih di legislatif mampu mengembangkan kemampuannya di bidang politik sah-sah saja. Jangan sampai ketika memutus policy, undang-undang dia tidak bisa menampilkan kepentingan dipilih oleh pemilihnya,” pungkas Dwi. (tim)

Ikuti MONITORNusantara.com di Google News

Sempatkan juga membaca artikel menarik lainnya, di portal berita EDITOR.id dan MediaSosialita.com