Asri Hadi Pandu Acara Seminar Soal Sengketa Tanah Diluar Pengadilan, Peserta Antusias

Serang, Banten, MONITORNUSANTARA.COM,- Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI) Drs Asri Hadi, MA tampil mengesankan saat menjadi pemandu acara “Seminar Penyelesaian Sengketa Tanah di Luar Pengadilan” di Ratu Hotel Serang, Selasa.

Dosen senior Institut Pemerintahaan Dalam Negeri (IPDN) ini dalam Seminar mampu menyerap pertanyaan para peserta dan melemparnya ke para narasumber.

“Terima kasih kepada peserta yang sangat antusias untuk menyampaikan persoalan dan masalah tanah yang dihadapi, dan para narasumber yang telah menjawab masalah dengan lugas,” ujar Asri Hadi yang juga Pemred Indonews usai Seminar berlangsung.

Asri Hadi berharap pada Seminar serial selanjutnya akan makin banyak unsur masyarakat yang akan menyampaikan masalah pertanahan yang dihadapinya. “Dalam seminar ini kami berperan untuk menjembatani masalah sengketa tanah dengan cara yang lebih win win solution, jadi memuaskan bagi semua pihak,” ujar Alumni FISIP UI dan SMA 3 Teladan Jakarta ini.

Kegiatan bertema “Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Luar Pengadilan” ini akan dihadiri oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/BPN), Marsekal TNI (Purn) Dr. (H.C) Hadi Tjahjanto sebagai keynote speaker. Namun dalam hal ini diwakili petinggi ATR/BPN yakni Inspektur Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sunraizal.

Inspektur Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sunraizal dalam paparannya di Seminar mengurai soal persengketaan tanah yang terjadi diberbagai daerah di tanah air.

Dalam menghadapi masalah sengketa tanah, Sunraizal menyarankan lebih baik pihak pemilik tanah agar memproses di luar pengadilan melalui mediasi dan musyawarah untuk mencari kemupakatan. Hal ini agar kedua belah pihak yang bersengketa tidak dirugikan.

“Konsep kemupakatan dan musyawarah adalah prinsip Pancasila yang tertuang dalam sila ke empat,” kata Sunraizal dalam pemaparannya.

Menurut Sunraizal, saat ini, kasus sengketa tanah yang terjadi di masyarakat, karena adanya para mafia dan oknum sehingga ada sertifikat kepemilikan ganda.

Penyelesaian persengketaan tanah dinilai lebih efektif diproses di luar pengadilan dibandingkan melalui pengadilan.

Persengketaan tanah melalui pengadilan itu memakan waktu cukup panjang juga mengeluarkan biaya sangat besar. Bahkan, proses persengketaan tanah di pengadilan salah satu di antaranya ada yang dirugikan.

Selain itu juga kasus persengketaan tanah melalui jalur pengadilan belum tuntas hingga kini mencapai 9.000 perkara belum diselesaikan.

Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini ATR/BPN mengajak masyarakat yang bersengketa tanah lebih baik diselesaikan di luar pengadilan.

“Kami meyakini kasus sengketa tanah dengan mediasi, musyawarah dapat menyelesaikan masalah dan bermanfaat serta menguntungkan kedua belah pihak,” katanya.

Pembicara lainya dalam seminar itu, Bahrul Ilmu Yakup mengatakan untuk menyelesaikan sengketa tanah bisa diproses secara hukum melalui pengadilan dengan pidana maupun perdata.

Namun, proses hukum melalui pengadilan tentu memakan waktu panjang dan jika kalah dalam sengketa tanah tersebut bisa mengajukan Peninjauan Kembali ( PK).

Persoalan itu dipastikan waktu panjang dan jika kalah dalam sengketa itu bisa dipidana dan gugatan kerugian.

Sebetulnya, kata dia, penyelesaian sengketa tanah bisa dilakukan oleh ATR/BPN, karena menjadi kewenangannya.

“Kami mendukung penyelesaian tanah itu di luar pengadilan, namun beresiko terhadap pejabat BPN sendiri yang menerbitkan sertifikat,” katanya.

Sementara itu Brigjen (Purn) Junior Tumilaar mengatakan pada prinsipnya penyelesaian tanah di masyarakat baiknya diproses di luar pengadilan sehingga tidak merugikan pihak yang bersengketa.

Permasalahan saat ini juga persengketaan tanah kerapkali terjadi antara masyarakat dan pengembang hingga berujung melalui pengadilan.

Penyelesaian tanah, kata dia, sebetulnya bisa diselesaikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Apalagi, di tingkat pemerintah daerah terdapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah ( Forkopinda), sehingga bisa menyelesaikan sengketa tanah dengan musyawarah dan mufakat.

Selama ini, kata dia, Forkopinda belum mampu menyelesaikan masalah jika terdapat sengketa tanah, sehingga menimbulkan konflik sosial.

Padahal, penyelesaian masalah sengketa tanah lebih efektif diproses di luar pengadilan dengan mediasi untuk musyawarah dan mufakat sesuai Pancasila.

“Kita masyarakat yang memiliki agama tentu penyelesaian sengketa tanah dengan akhlak dan nilai-nilai Pancasila dipastikan bisa selesai,” katanya.

Selain Sunraizal, S.E.,M., CFrA. selaku Inspektur Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, juga hadir pula dalam acara ini adalah Ketua Yapena Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, Brigjen TNI (Purn) Junior Tumilar selaku pemerhati pertanahan, Rudi Rubijaya, S.P., M.Sc. selaku Kakanwil BPN Banten dan Dr. Bahrul Ilmi Yakup, SH., M.H selaku Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi.

Seminar dan FGD pertanahan ini juga akan digelar di kota lain seperti Semarang, Surabaya dan Palembang. Berikutnya akan bergerak ke Medan, Balikpapan, Makassar, dan Manado. Tidak tertutup kemungkinan pula akan merambah kota-kota besar lainnya.

Hal ini setelah melihat besarnya animo masyarakat yang terbaca dari jumlah pendaftar terkonfirmasi hadir, serta respon sangat positif dari segenap pemangku kepentingan terkait, terutama jajaran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN).

Panitia akan menggelar seminar dan FGD, yang semula direncanakan setiap 2-3 bulan sekali, akan dipersingkat menjadi 1-2 bulan sekali, tergantung momentum serta situasi dan kondisi.

Menariknya, dalam kegiatan ini, panitia akan menampilkan testimoni sejumlah warga masyarakat yang menjadi korban kerakusan mafia tanah, yang telah masuk ke ranah pengadilan atau setidaknya telah ditangani pihak kepolisian.

Namun, guna menghemat waktu dan supaya testimoni lebih fokus, penyajiannya dilakukan secara taping dan telah mengalami editing, tanpa mengusik substansinya.

Kendati demikian, yang patut digaris-bawahi pula, pasca sesi seminar dan diskusi, dilanjutkan dengan sesi “Konsultasi dan Advokasi” masalah-masalah pertanahan. Hal ini bertujuan agar acara ini dapat lebih membekas, lebih terasa manfaatnya secara nyata.

Peserta seminar, terutama mereka yang tersangkut masalah sengketa pertanahan, bisa berkonsultasi dan mendapatkan advokasi dari Tim Konsultasi dan Advokasi yang terdiri dari unsur-unsur berkompeten. Seperti, unsur praktisi hukum, aparat penegak hukum, anggota dewan, dan juga unsur dari Kementerian ATR/BPN.

“Dengan demikian diharapkan acara webinar dan FGD ini tidak “berlalu” begitu saja, tapi akan dapat lebih membekas dan membawa manfaat nyata bagi upaya-upaya penyelesaian sengketa pertanahan,” kata Ahmed Kurnia Soeriawidjaja selaku Ketua Umum Yapena.

Dalam sesi tersebut, Tim Konsultasi dan Advokasi akan membedah kasus dan melakukan advokasi, khususnya bagi warga masyarakat yang tersangkut sengketa pertanahan.

Tentu saja Konsultasi dan Advokasi ini tidak sekadar ditampilkan basa-basi guna memberi warna tersendiri pada seminar dan FGD, melainkan terus aktif 24 jam sehari dalam memberikan konsultasi dan advokasi kepada warga masyarakat yang membutuhkan. (tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: