Guru, Antara Tuntutan Kompetensi Kualitas dan Kesejahteraan

Oleh Edi Winarto
Penulis Pemerhati Masalah Sosial dan Publisher MonitorNusantara.com

Hari Guru Nasional di Indonesia yang jatuh pada Kamis 25 Nopember 2021 diperingati dalam kondisi dan tantangan oleh dua hal. Pertama, hari guru tahun ini momentumnya bertepatan ditengah perjuangan berat ribuan guru honorer yang mengadu nasib diakui oleh negara sebagai pegawai pemerintah.

Kedua, kualitas pengajaran guru dituntut berubah total dengan adanya konsep kebijakan Belajar Merdeka dan kemajuan pesat teknologi informasi yang menyebabkan arus deras informasi masuk ke relung jiwa dan pemikiran anak didik. Sehingga semua menjadi berubah.

Guru dituntut mampu beradaptasi dengan perubahan ini. Dan itu tak mudah karena sebagian besar guru kita masih berasal dari budaya masa lalu (old culture) yang harus bekerja keras mencoba beradaptasi dengan kehidupan masa kini yang informasinya serba cepat dan global.

Dengan mengusung tema “Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan”, Hari Guru Nasional diperingati sebagai pemberian penghargaan dan ucapan terima kasih publik dan pemerintah kepada profesi guru atas jasa mereka dalam memajukan pendidikan dengan sangat mulia dan tulus.

Para guru hendaknya memaknai hari guru sebagai kesempatan merefleksikan jalan panjang melayani siswa baik secara individu maupun secara kelompok dalam konteks kolaborasi.

Karena menjadi guru adalah pilihan profesi dan panggilan jiwa. Sehingga guru harus mampu mengimbangi perubahan jaman, perubahan karakter dan perilaku anak didik.

Apalagi saat ini telah memasuki era digital dan teknologi Informasi. Sebuah keniscayaan, perubahan gaya hidup akan cepat sekali. Semua serba otomatis, simpel dan berbasis digital. Maka guru dituntut harus mau beradaptasi dengan terus belajar dan memberi. Jangan pernah berhenti belajar karena sama saja, jika tidak belajar, kita berhenti mengajar.

Dalam catatan penulis, pemerintah tidak akan tinggal diam mencari formula, melakukan langkah-langkah strategis bagaimana mempertemukan antara kualitas dan kesejahteraan guru yang harus terus ditingkatkan. Mengingat tantangan global yang sangat berat  dan perubahan jaman akibat dampak kemajuan teknologi era digital.

Tanpa membedakan status apakah itu guru pendidikan formal, nonformal, para pengawas, tenaga administrasi, mereka adalah tulang punggung keberhasilan pendidikan bagi negeri ini.

Hari Guru Nasional diperingati setiap tahun pada tanggal 25 November. Tanggal 25 November adalah hari ulang tahun PGRI, atau Persatuan Guru Republik Indonesia, yaitu organisasi besar yang menghimpun profesi guru-guru di seluruh Indonesia.

Sejarah PGRI diawali dengan sebuah Kongres besar, Kongres Guru Indonesia yang diselenggarakan setelah proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Kota Surakarta, Jawa Tengah.

Sejak hari itu gelora semangat lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia selalu diperingati setiap tanggal 25 November. Maka melalui Kepres Nomor 78 Tahun 1994, ditetapkan sebagai Hari Guru Nasional (HGN) yang mengambil momen pada sejarah berdirinya PGRI pada 25 November.

Yang patut kita syukuri dan banggakan profesi guru di era pemerintahan Joko Widodo semakin mendapatkan perhatian, terutama pengakuan legalitas formal. Terbukti Presiden Jokowi menegaskan kembali penetapan ini melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Pemerintahan di era Joko Widodo terlihat memang berupaya mensejahterakan guru PNS maupun honorer. Dalam catatan penulis, beberapa kali Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) membantu dan mendukung para pendidik dan tenaga kependidikan dengan menghadirkan beragam paket kebijakan.

Diantaranya kebijakan penerapan relaksasi dana BOS sehingga bisa digunakan untuk membayar honor guru non PNS, guru-guru honorer. Kemudian kebijakan Bantuan Subsidi Upah untuk pendidik dan tenaga kependidikan non PNS.

Upaya peningkatan kesejahteraan guru juga terlihat dari kebijakan pemerintah untuk menyelenggarakan seleksi guru ASN-PPPK dengan afirmasi bagi pelamar yang telah memiliki sertifikat pendidik, yang berusia lebih dari 35 tahun, penyandang disabilitas, berasal dari THK2 dan aktif mengajar selama paling tidak tiga tahun.

Dalam dua tahun ini rekrutmen PNS guru mengambil porsi paling besar dan juga memberi kesempatan kepada guru honorer usia 35 tahun untuk menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), meski sebelumnya tidak diatur dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN).

Di bidang peningkatan kualitas proses belajar mengajar, pemerintah melalui Kemendikbudristek membangun konsep Merdeka Belajar. Diantaranya mengembangkan platform Guru Belajar dan Berbagi sehingga para guru dapat saling belajar dari rekan sejawatnya dalam mengembangkan pembelajaran.

Pemerintah juga mengembangkan penyederhanaan berbagai macam aturan, administrasi, kurikulum, dan asesmen.

Profesi guru di seluruh Indonesia tanpa pandang bulu setiap tahun diberikan pelatihan secara berkala. Tujuannya untuk meningkatkan kompetensi mereka, pembinaan inilah diharapkan dari tahun ke tahun selalu meningkatkan kualitas dan kapasitas para guru.

Di era pemerintahan Joko Widodo, profesi guru sangat diperhatikan sekali. Terutama yang bertugas di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Salah satunya lewat pemberian insentif yang lebih besar bagi para guru tersebut.

Di era milenial ini, investasi SDM di bidang pendidikan akan diarahkan untuk meningkatkan akses, keadilan, dan pemerataan kualitas pendidikan yang dikuatkan oleh ekosistem pendidikan yang mencakup keluarga, masyarakat, dan sekolah.

Oleh karena itu, fokus reformasi di bidang pendidikan akan diletakkan pada beberapa faktor. Yakni mempercepat pelaksanaan wajib belajar 12 tahun.

Kemudian mempercepat pemerataan penyediaan sarana-prasarana pendidikan dan infrastruktur pendukungnya di seluruh wilayah Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang infrastruktur pendidikannya masih kurang

Juga meningkatkan akses warga miskin untuk mendapatkan bantuan pendidikan (Program Indonesia Pintar). Selain itu juga memperluas beasiswa afirmasi dengan memberikan kesempatan mahasiswa-mahasiswa miskin, di wilayah 3T, santri dan siswa lembaga-lembaga pendidikan keagamaan, untuk memperoleh beasiswa pendidikan (Bidik Misi maupun LPDP), serta memperluas akses mahasiswa mendapatkan pinjaman dana pendidikan dari perbankan

Yang penting juga mempercepat pemerataan kualitas pendidikan dengan peningkatan standar pendidikan, BOS berdasarkan kinerja, pemerataan sebaran, kualitas, dan peningkatan kesejahteraan guru/dosen dan Tenaga Kependidikan, termasuk percepatan penyetaraan pendidikan bagi pesantren, dayah, dan lembaga pendidikan keagamaan lainnya sejajar dengan sekolah umum.

Mengutip dari H.A.R Tilaar & Riant Nugroho bahwa “pendidikan dijadikan sebagai alat utama untuk memberantas kemiskinan, (2009: 333), termasuk kebodohan.

Dalam konteks guru, untuk menyiapkan generasi emas, siswa-siswi yang saat ini sedang berada pada jenjang SD, SMP, dan SMA, perlu betul-betul dibantu secara optimal agar mampu memiliki kompetensi sesuai jenjangnya. Misalnya, untuk jenjang sekolah dasar, siswa SD harus lancar membaca.

Jangan sampai terdapat siswa SD yang lulus, tetapi belum atau bahkan tidak lancar membaca. Jika masih ada lulusan SD yang belum bahkan tidak lancar membaca, hal ini miris dan perlu membangun kolaborasi berbagai pihak untuk menyelesaikannya.

Kedua, semboyan pendidikan yang dicetuskan K.H. Dewantara Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberikan teladan), Ing madya mangun karsa (di tengah membangun/merangsang kemauan), Tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan/motivasi), (Samho, B., 2013: 87) perlu menjadi bahan internalisasi para guru bahwa peran guru sangat strategis.

Guru dituntut untuk menjadi teladan; teladan dalam tutur kata, sikap, dan perilaku. Guru dituntut untuk mampu membangun kemauaan agar siswa aktif melakukan suatu hal tanpa disuruh atau diperintah. Guru dituntut untuk selalu memberikan dorongan/motivasi terbaik kepada siswa.

Cara-cara konvensional seperti: memelotototi, membentak, memarahi, mencubit, bahkan memukuli siswa perlu segera ditinggalkan, karena zaman terus berubah. Pilihan menjadi guru yang memberikan teladan, membangun karsa/kemauan, dan memotivasi siswa patut diinternalisasi dan diimplementasikan hari demi hari.

Ke depannya guru harus mampu meningkatkan kualitasnya. Apalagi di era milenial ini perubahan paradigma dan derasnya arus informasi membuat anak didik lebih cerdas tiga kali hingga empat kali dibandingkan generasi baby boom di era tahun 70an, 80 an, atau 90, an.

Kecerdasan psikomotorik itu muncul karena anak didik dapat dengan mudah mengakses informasi melalui teknologi informasi, mesin pencarian data dan media sosial.

Oleh karena itu guru perlu terus menerus memotivasi diri untuk mengembangkan kompetensi diri melalui beberapa cara. Salah satu contohnya guru harus mampu beradaptasi dengan teknologi. Memahami derasnya arus informasi yang tersebar melalui media sosial.

Sehingga guru mampu memahami cepatnya arus perubahan jaman, mampu memetakan kemampuan anak didik, membaca situasi dan perkembangan jaman, dan tidak tertinggal dalam membaca daya pikir anak didik.

Untuk hal ini, proses belajar mengajar tidak lagi dilakukan dengan pola lama yakni satu arah. Namun guru harus sudah menjadikan anak didik sebagai sahabat dalam belajar.

Guru harus bisa memposisikan diri sebagai pendamping ilmu bagi anak didik. Guru harus hadir dan berada pada berbagai group media sosial karena guru dapat menerima-membagi informasi yang sesuai dengan kebutuhan.

Para guru perlu terus menerus belajar teknologi. Era digital masa kini, menuntut para guru mempelajari, menguasai, dan menggunakan teknologi dalam berbagai aktivitas, termasuk dalam proses pembelajaran.

Guru ditantang untuk bisa melepaskan cara-cara manual sehingga bergeser ke arah penggunaan teknologi, seperti: penggunaan laptop, LCD, googling, dan menyajikan media audio-visual dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, cara-cara konvensional yang dipraktikkan oleh para guru hendaknya mulai tergantikan dengan mengedepankan penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran; guru harus meningkatkan pendidikannya hingga S1 atau S2, minimal, (Mustafah, J.: 2011: 121).

Untuk studi S2, para guru dapat memanfaatkan berbagi peluang beasiswa termasuk mendorong pemerintah daerah untuk mengalokasikan beasiswa studi lanjut.

Inilah saatnya guru berubah demi transformasi layanan terbaik guru bagi para siswa, khususnya dalam menyiapkan generasi emas, 2045. Semoga para guru terus memperbarui dirinya agar senantiasa adaptif, responsif, terhadap perubahan. Oleh karena itu penulis mengajak para guru agar terus meningkatkan kompetensinya. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: