Idul Fitri, Momentum Tepat Pererat Tali Persaudaraan

Jakarta, MONITORNUSANTARA.COM – Guru Besar Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung Bambang Qomaruzzaman menilai Idul Fitri dapat menjadi momen yang tepat untuk mempererat tali persaudaraan dan solidaritas antara umat Islam dengan masyarakat pemeluk agama lain.

“Sebagaimana Agama dalam bahasa Arab artinya Ad-din atau ad-dayn. Dimana kata ad-Dayn itu sendiri artinya hutang. Orang beragama itu menyadari hutangnya pada Tuhan, pada alam semesta, dan pada sesama manusia,” kata Bambang Qomaruzzaman dalam keterangannya di Jakarta, Kamis yang dikutip Antara.

Dia menjelaskan selama bulan Ramadan, tanpa dukungan semua pihak, puasa terasa berat. Hal itu menurut dia akan melahirkan sikap rendah hati, tidak sombong, penuh syukur, membalas jasa, dan menjaga kehidupan agar tetap nyaman.

Bambang berharap ada dukungan berbagai pihak khususnya para pemimpin agama, tokoh, masyarakat dan pemerintah dalam mempromosikan toleransi dan perdamaian di masyarakat.

Hal itu menurut dia untuk mewujudkan Idul Fitri sebagai pengukuhan insan fitri yang suci dari intoleransi dan ekstremisme khususnya di Indonesia.

“Pemimpin agama itu harus sadar bahwa dirinya itu uswat hasanah, atau model karakter. Pemimpin agama harus menyadari posisinya ini, sehingga harus mengelola perkataan, perbuatannya, sekaligus diamnya agar tidak menjadi pemicu bagi perilaku agresif,” ujarnya.

Bambang yang merupakan Aktivis Muda Nahdlatul Ulama (NU) itu menilai meminta seluruh umat manusia untuk belajar tidak gampang tersulut kebencian lalu marah. Umat manusia diminta belajar untuk tidak mendendam ataupun tidak menjadikan kesalahan orang lain sebagai alasan untuk membenci.

Bambang menilai Idul Fitri merupakan momentum untuk menyadari kelemahan masing-masing diri dan menginsyafi kekuatan hidup bersama.

Menurut dia, semua mengharapkan muncul pribadi yang memenangkan perjuangan melawan hawa nafsu.

“Kemenangan itu ditandai dengan munculnya pribadi taqwa yang al-kazhiminal ghayza (orang-orang yang menahan amarahnya) wal ‘afina ‘aninnas (memaafkan (kesalahan) orang) dan pribadi yang berbuat ihsan (muhsinin) seperti dikemukakan di Surat Ali Imran ayat 134,” ujarnya.

Dia menilai tiga kualitas itu dibutuhkan Indonesia yang majemuk, yaitu pertama, mampu menahan marah (al-kazhimianl ghaza), pribadi yang bisa memanage emosinya, memiliki kecerdasan emosional sehingga tak setiap kemarahan, ketidakpuasan, dan kekecewaan harus diekspresikan dalam bentuk kemarahan yang destruktif.

Kedua menurut dia, memaafkan semua manusia (al-afina aninnas), yaitu peraih idul fitri adalah orang tidak memelihara dendam, tidak menyimpan kesalahan orang lain lalu menjadikannya alasan untuk berbuat destruktif.

Ketiga yakni, muhsinin (orang yang melakukan kebaikan), yaitu terus berbuat baik pada semua pihak tanpa syarat apapun.

“Dengan tiga kualitas peraih Idul Fitri yang bisa mengelola emosi, tidak memelihara dendam kesumat, dan muhsinin pada semua manusia, tak ada alasan untuk tidak merasa bersaudara dan solidaritas pada pemeluk agama lain. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: