Jakarta, MONITORNUSANTARA.COM,- Advokat senior Kamaruddin Simanjuntak mendampingi kliennya, Ike Farida Alya Putri mengadu ke Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Ike Farida tak terima atas perlakuan penyidik. Bersama pengacaranya, Kamaruddin, Ike Farida melaporkan adanya dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penyidik Polda Metro Jaya saat penangkapan dirinya.

Dalam keterangannya di Komnas HAM, Kamarudin Simanjuntak mengatakan penangkapan yang dilakukan oleh penyidik Polda Metro Jaya tidak profesional dan cenderung berlebihan.

“Saat penangkapan, klien kami ini diborgol dan ditindih empat polwan. Akibatnya tangan klien kami mengalami memar dan bibir klien kami mengeluarkan darah,” ujar Kamaruddin dalam keterangannya di Jakarta.

Lanjut Kamaruddin, tidak hanya itu, kliennya yang menggunakan hijab pun secara paksa melepaskan hijabnya hingga terlepas. Sampai akhirnya pihak keluarga yang memasangkan kembali hijab tersebut.

“Ini penangkapan yang dilakukan penyidik Jatanras sangatlah berlebihan. Mereka mengerahkan 80 anggota untuk menangkap seorang warga negara yang berjuang untuk mendapatkan haknya,” ujar Kamaruddin.

Menurut Kamaruddin, kliennya tersebut tidak pernah diperiksa oleh pihak kepolisian sampai sekarang. “Kecuali saya bujuk dahulu saat diperiksa pada tahun 2023,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan, Ike tidak pernah dikonfrontir (berhadapan langsung) dengan para saksi dari pihak pelapor yakni sebuah perusahaan pengembang besar.

“Pihak kepolisian juga tidak pernah memeriksa saksi yang meringankan Ike Farida yaitu Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo. Ini merupakan pelanggaran pertama yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya,” tegas Kamaruddin.

Kamaruddin juga mengungkapkan, Ike Farida juga dipaksa untuk menghadiri pengadilan disaat dirinya mengalami sakit keras. Tetapi, kata dia Ike juga mendapatkan kekerasan fisik dari petugas.

“Kemudian disaat persidangan klien kami mengalami sakit keras, namun dipaksa digiring ke pengadilan dengan tangan juga merah-merah. Ini menurut kami kejahatan yang tidak bisa ditolerir, sehingga kamu mendatangi Komnas HAM untuk mendapatkan pembelaan,” tegasnya lagi.

Dia juga menambahkan, bahwa kliennya itu sudah menang 9 kali berperkara dengan pihak perusahaan pengembang besar. Namun, tetap saja katanya Ike Farida tetap ditahan dan disidang.

“Sudah menang 9 kali berperkara, tapi entah apa yang terjadi, apa mungkin karena pengaruh konglomerat Pakuwon Grup sehingga ibu ini di fitnah, ditahan, dilimpahkan berkasnya ke Kejaksaan Jaksel, dan hari ini sudah proses sidang,” pungkasnya.

Sementara itu Alya, putri dari Ike Farida menceritakan apa yang dialami Ibu-nya saat diamankan Polda Metro Jaya di Bandara Soekarno – Hatta. Dimana menurutnya apa yang dilakukan pihak kepolisian sangat tidak manusiawi.

Kamarudin Simanjuntak mengatakan penangkapan yang dilakukan oleh penyidik Polda Metro Jaya tidak profesional dan cenderung berlebihan.

“Penangkapannya parah sekali, banyak sekali polisi pada saat itu Mama saya dengan badan yang kecil ditindih. Saat itu Mama tidak boleh menelepon kuasa hukumnya. Sampai di Polda sudah mengalami lebam-lebam dan tidak dibolehkan visum. Dokter pribadi juga tidak diizinkan memeriksa, mereka menahan dengan alasan mama ingin kabur,” jelas Alya dengan isak tangis.

Alya juga menegaskan, bahwa pihak keluarga tidak pernah ditembuskan surat penahanan. Saat di Rutan, katanya Ike berada di kamar yang dihuni oleh 20 orang tahanan wanita.

“Mama saya usianya hampir 60 tahun. Didalam kamar tahanan hanya ada 4 matras dibagi dengan 9 wanita. Mama bilang tidur terlentang saja tidak bisa, kira-kira manusiawi gak?,” ujarnya heran.

Alya sudah mengirim surat ke pihak Kejaksaan Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan Polda Metro Jaya agar Ike dirawat pihak keluarga. Dan, dia juga menjamin Ibunya tidak akan melarikan diri.

“Saya jamin Mama tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Karena saya tidak tega, kalau bisa saya yang menggantikan,” tuturnya.

Atas peristiwa yang dialami Ibu-nya didalam Rutan, Alya sudah meneruskan surat dari Komnas Perempuan, Dirjen PAS, dan Kapolri kepada pihak terkait namun tidak ada respon.

“Surat kami tidak dibalas hingga saat ini, sudah ada 4 surat dari Komnas perempuan, Dirjen PAS, dan Kapolri itu melanggar dan harus dihentikan, tapi itu tidak mau di dengar,” katanya.

Ike kata Alya, memiliki riwayat penyakit dalam. Namun, tetap diminta untuk hadir di persidangan oleh Kejaksaan Jaksel. Saat hadir di persidangan, Ike didorong dengan bantuan kursi roda dan dalam keadaan tidak sadar.

Diketahui Kasus yang menimpa Ike Farida bermula pada 12 tahun lalu tepatnya pada tahun 2012 saat dia membeli sebuah apartemen di Casa Grande Residence, yang dikembangkan oleh PT Elit Prima Hutama anak perusahaan Pakuwon Group.

Apartemen tersebut sudah dibayar lunas dengan nilai Rp 3,5 Miliar. Namun juga belum diserahkan oleh pihak pengembang hingga sekarang. Persoalan itu pun berujung pada permasalahan hukum.

Ironisnya, pihak pengembang justru melaporkan Ike Farida ke Polda Metro Jaya dengan sangkaan memberikan keterangan palsu di pengadilan. Meskipun saat itu Ike Farida tak pernah datang ke Pengadilan

Pada 4 September 2024 lalu, Ike Farida ditangkap oleh 80 orang dari Dirkrimum Polda Metro Jaya di Bandara Soekarno-Hatta sepulangnya dia dari Jepang. Saat peristiwa tersebut Ike Farida tidak melawan. Saat ini Ike Farida sudah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (tim)

Ikuti MONITORNusantara.com di Google News

Sempatkan juga membaca artikel menarik lainnya, di portal berita EDITOR.id dan MediaSosialita.com