Penilaian Penjaminan Utang dan Lelang

PPL Khusus Penilaian Tujuan Penjaminan Utang dan Lelang, di Bali, 4 Maret 2020.

Editor.id, Jember,- Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) bersama Komite Penyusun Standar Penilai Indonesia (KPSPI) menggelar PPL Khusus Penilaian tujuan penjaminan hutang dan lelang, sesuai SPI 202 dan 205. PPL itu diikuti sekitar 60 penilai MAPPI P, MAPPI T dan MAPPI S yang berlangsung di Four Star by Trans Hotel Bali, 4-6 Maret 2020.

PPL ini dilakukan untuk memperkuat kompetensi penilai yang melakukan penilaian untuk jaminan utang dan lelang. PPL hari pertama menghadirkan pembicara Kepala Bidang Pengembangan Profesi Penilai Aktuaris dan Profesi lainnya, PPPK, Arie Wibowo, Vice President Bank Mandiri, Handja Soekardiono, dan Kepala Sub-bagian Pengawasan IKNB dan Bank, OJK Regional 8 Balu Nusra, Yan Jimmy Hendrik Simarmata.

Arie Wibowo dalam PPL itu mengingatkan penilai publik harus selalu mentaati prosedur penilaian, saat melakukan penilaian tujuan penjaminan hutang dan lelang (diatur PMK 101/56/228). Prosedur penilaian itu harus diterapkan dengan tepat mulai lingkup penugasan, implementasi hingga pelaporan penilaian, terangnya.

Saat ini, sebagai gambaran, jumlah penilaian penjaminan utang mengalami peningkatan di tahun 2016 terdapat 156.672 penilaian, tahun 2017 meningkat 161.711, tahun 2018 menjadi 163.832, namun di tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 152.317 penilaian. Sedangkan, jumlah penilaian lelang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seperti tahun 2016 terdapat 13.867 penilaian, tahun 2017 meningkat 14.541 penilaian, tahun 2018 menjadi 19.606 dan tahun 2019 meningkat dratis menjadi 25.696 penilaian.

Bahkan jumlah Penilai publik yang terlibat di penilaian penjaminan utang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun tahun 2016 hanya 404 penilai menjadi 571 penilai publik yang terlibat di tahun 2019. Begitu juga penilaian lelang mengalami peningkatan tahun 2016 yang terlibat 226 penilai di tahun 2019 meningkat menjadi 380 penilai yang terlibat.

Bidang Pengembangan Profesi Penilai Akturis dan Profesi Lainnya, telah melakukan sampling pemeriksaan terhadap 248 hasil penilai yang dilakukan penilai publik, baik penilaian penjaminan hutang, lelang, jual beli, dan lainnya. Sampling itu menghasilkan temuan penjaminan utang menduduki prosentase penilaian banyak dilakukan penilai publik sebesar 64%, disusul lelang sebesar 15%, jual beli 11 % dan lainnya 10 %.

Lebih lanjut, Arie Wibowo memberikan gambaran terhaap 1.105 pelanggaran yang terjadi, prosentase yang banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan penilai publik pada saat implementasi 38 %, disusul laporan penilaian 34% dan lingkup penugasan sebesar 28 %.

Data dan informasi itu memberikan penjelasan bahwa untuk penilaian penjaminan hutang dan lelang penilai publik masih lemah dalam hal implementasi baik saat investigasi, menerapkan pendekatan dan metode penilaian, dan penyusunan kertas kerja penilaian. Juga dalam menerapkan SPI seri 200 (standar penerapan), dan SPI Seri 300 (Standar teknis).

Arie Wibowo memerinci seperti pelanggaran terkait dengan PMK, dimana laporan penilaian tidak dibuat sesuai penugasan, laporan penilaian tidak di tandatangani PP, revisi pelaporan tidak sesuai PMK, inspeksi dilakukan staf belum memenuhi sertifikasi, tidak ada berita acara inspeksi, laporan penilaian dan dokumen pemberian jasa tidak terpelihara baik.

Sedangkan pelanggaran terkait SPI 103, Arie menjelaskan diantaranya dokumen perikatan tidak di teken pemberi tugas, tidak melakukan revisi dokumen perikatan, tidak ada konfirmasi pada pemberi tugas apakah terkait objek penilaian apakah sedang atau telah dilakukan PP lain, persyaratan minimum lingkup penugasan diabaikan (dokumen laporan ringkas), identifikasi luas objek penilaian tidak dilakukan terkait rencana pelebaran jalan, laporan penilaian keluar sebelum dokumen perikatan di teken, laporan penilaian induk tidak memenuhi SPI 103, syarat pembatas dan asumsi tidak mencantumkan, dalam hal terdapat keterbatasan dalam melakukan inspeksi terhadap objek penilaian, dan tidak mencantumkan asumsi atau premis dari objek penilaian mesin dan peralatan.

Lalu pelanggaran terkait SPI 104 mencaku kesalahan hitung di exel, tidak melakukan analisis HBU, tidak melakukan penyesuaian sesuai 10 elemen perbandingan SPI 300, tidak melakukan perbandingan sesuai karakter objek penilaian dan penyesuaia secara konsisten, biaya sarana pelengkap dan penyambungan utilitas diabaikan (listrik, PDAM, telepon, pada kesimpulan nilai), tidak menerapkan IKK, ILM, dan BUT dari BTB dengan benar dalam perhitungan Biaya Pengganti Baru bangunan, referensi biaya penggantian baru kurang update, minim sumber referensi untuk asumsi dan penilaian, terjadi gap antara Laporan, kertas kerja, dan kondisi riil objek penilaian, tidak ada dokumen penentuan waktu ekspos, waktu ekspos tidak sesuai SPI 205 & PPI 05, penentuan nilai likuidasi tidak seusai SPI 205 dan PPI 05.

Dan terkait SPI 105, laporan penilaian tidak mencantumkan lengkap, seperti alasan penggunaan pendekatan, metode, dan persyaratan laporan penilaian ringkas tidak lengkap, salah mencatumkan informasi yang mendatangkan masalah (salah menulis kesimpulan nilai, pencantuman informasi data pembanding, dan analisis pasar). Laporan penjaminan utang, menggunakan laporan penilaian ringkas diluar properti sederhana, dasar dan kesimpulan nilai sebagai nilai ikuidasi tidak menggunkan kata indikasi.

Itulah sederet pelanggaran yang terjadi di penilaian penjaminan utang dan lelang. Penilaian tujuan lelang dilakukan mengacu pada SPI 205, PPI 05 dan peraturan yang berlaku. Diawal penilai harus mendapatkan surat perintah kerja (SPK), mendapatkan fotocopy sertipikat tanah objek penilaian, dan fotocopy IMB objek penilaian.

Setelah itu baru masuk ke lingkup penugasan, dimana penilai harus selalu memastikan imbalan jasa sesuai ketentuan, sebelum menerima penugasan itu penilai melakukan konfirmasi bahwa tidak ada penlian yang sama yang dilakukan PP lain yang dituangkan dalam lingkup penugasan. Jika ada, dilakukan komunikasi antar PP.

Arie Wibowo menegaskan penilaian tujuan lelang ini menggunakan dasar nilai—nilai pasar dan nilai likuidasi. Lebih lanjut, dia menegaskan penilai harus memastikan pemilik aset kooperatif, bila tidak mengajak pemberi tugas saat inspeksi dan meneken berita acara inspeksi. Mendapat surat pernyataan dari pemberi tugas terkait spesifikasi dan kondisi teknis objek penilaian, serta menuangkannya dalam tingkat kedalaman investigasi dan asumsi khusus, untuk disepakati dalam lingkup penugasan.  (***/HS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: