Diduga, Bunuh Modus Laka Lantas

Pembunuhan Modus Baru

Capture CCTV, pada detik Avanza tabrak motor. Foto: Kabid Humas Polri

Hasil penyidikan polisi kasus OS, 26, menabrak mati Moses Bagus, 33, diduga direncanakan. “Dendam, perselisihan tetangga,” kata Wakapolres Jakarta Timur, AKBP Ahmad Fanani kepada wartawan, Jumat (16/6). Maka, kasusnya ditarik ke Polda Metro Jaya.

Kronologi dendam perselisihan tetangga, tidak dirinci AKBP Ahmad Fanani. Ia menyatakan, kasus itu bermula dari perselisihan tetangga antara pelaku dan korban. Mereka sama-sama tinggal di Perumahan Harapan Indah, Bekasi. Bertetangga se-komplek. Hal itu akan didalami penyidik Polda Metro Jaya.

Fanani: “Motif dendam. Karena ada perselisihan mereka bertetangga, sehingga pelaku ini sakit hati, lalu melakukan tindakan tersebut.”

Ditanya wartawan, berarti penabrakan itu sudah direncanakan pelaku? Dijawab Fanani: “Ya. Direncanakan. Makanya, pasal yang dikenakan berlapis. Ancaman hukuman 15 tahun penjara.”

Fanani: “Jadi, penanganan kasus ini sekarang oleh Polda. Penanganan tersebut bukan tindak pidana kecelakaan lalu lintas, tetapi karena sengaja, sehingga meninggal dunia.”

Jika benar ini sudah direncanakan, mungkin inilah yang pertama di Indonesia. Pembunuhan motif kecelakaan lalu lintas.

Sebelumnya, OS sudah ditetapkan tersangka, melanggar Pasal 311 KUHP. bunyinya begini:

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”

Juncto Pasal 312 KUHP bunyinya begini:

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).”

Apakah penerapan pasal itu berubah setelah hasil penyidikan lanjut? Berubah jadi pasal pembunuhan? Belum ada penjelasan lebih lanjut dari penyidik

Kronologi kejadian, seperti diberitakan sebelumnya, demikian:

Rabu, 14 Juni 2023 pukul 08.42 WIB di Jalan Raya Bekasi, Cakung, Jakarta Timur, dari arah timur ke barat. Itu terpantau kamera CCTV pandangan atas sekitar 5 meter, kamera menempel beton flyover.

Lalu lintas ramai lancar. Mendadak, dari kiri jalan muncul motor dikejar mobil. Kecepatan tinggi. Kecepatan mobil kejar motor ini kira-kira dua kali dibanding rata-rata deretan mobil yang ada. Menyeruak dari kiri memotong mobil lain, ke kanan jalan.

Dari jarak sekitar 300 meter dari titik menyeruak, akhirnya mobil dan motor benar-benar menempel. Motor ditabrak. Motor mental ke kiri, pemotor persis di tengah mobil.

Tubuh pemotor dilindas roda kiri depan mobil, lalu terlindas lagi roda kiri belakang mobil. Kena bagian perut dan dada. Pemotor tergeletak di aspal jalan. Ia berusaha bangkit, tapi setengah sedetik, rebah. Tak bergerak lagi.

Mobil sama sekali tidak melambat. Terus melaju. Sampai hilang dari mata kamera.

Mobil Avanza Silver nopol B 2926 KFI. Motor Honda PCX berpelat B 5595 KCH.
Durasi video 18 detik, kelihatan jelas. Filmnya jernih. Beredar di medsos, dan viral. Esoknya, OS menyerahkan diri ke Polres Jakarta Timur.

Tubuh Moses ditolong warga, dinaikkan ambulance yang datang kemudian. Dilarikan ke RS Mitra Kelapa Gading. Dua jam kemudian Moses meninggal.

Adik Moses, Nicolas Catra Prakoso kemudian mendatangi RS, Moses sudah meninggal. Nicolas kepada wartawan mengatakan, bagian perut sampai tulang dada jenazah, ambles selebar ban mobil. “Kata dokter, kakak saya meninggal, karena paru paru hancur,” ujarnya.

Bisa jadi, dari kronologi di CCTV itu penyidik menggali kasus, sehingga hasilnya, diduga penabrakan itu sudah direncanakan.

Pembunuhan modus kecelakaan belum pernah terungkap di Indonesia. Semua kecelakaan lalu lintas diterapkan pasal kecelakaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia. Bukan pembunuhan.

Di India, dikutip dari Forensic Research & Criminology International Journal, 30 Oktober 2015 berjudul “Homicide disguised as road-traffic accident: a case-report”, diungkapkan, mengapa ada pembunuh memilih cara RTA (Road Traffic Accident). Ada dua alasan:

Pertama, pelaku gampang kabur, dan polisi (di India) akan menganggap itu sebagai kasus tabrak-lari, bukan pembunuhan. Kecelakaan lalu lintas kurang diperhatikan polisi di India. Atau ditangani santai.

Kalau di Indonesia laka lantas masuk Tipiring (Tindak Pidana Ringan).

Kedua, kalau pelaku tidak bisa kabur dan ditangkap polisi, atau menyerahkan diri, maka pasal yang dikenakan di India juga masuk pasal kecelakaan. Bukan pembunuhan.

Jurnal ilmiah itu ditulis tiga ilmuwan, Ambika Prasad Patra, Anand P Rayamane, Kusa Kumar Shaha dari Jawaharlal Institute of Postgraduate Medical Education & Research, India.

Dari dua alasan itulah, pembunuh di India melihat celah hukum. Memilih cara tersebut dalam melakukan pembunuhan.

“Maka, tidak bijaksana jika penegak hukum mengesampingkan pembunuhan atau bunuh diri, saat menangani kasus kecelakaan jalan raya atau kereta api,” tulis mereka.

Di situ disebutkan beberapa contoh kasus pembunuhan, yang pembunuhnya merancang pembunuhan bermotif kecelakaan. Paling menarik kasus di Skotlandia. Suami membunuh isteri pertama pada 1994. Tapi baru diungkap polisi 2008, atau empat belas tahun kemudian. Setelah pria itu gagal membunuh isteri ke dua dengan cara yang sama.

Dikutip dari Daily Mail, 5 Juli 2011 berjudul “Husband who murdered first wife in car crash and tried to kill second in copycat smash is jailed for life”, pria itu bernama Malcolm Webster, 52 (pada 2011). Isteri pertama yang dibunuh bernama Claire Morris, 32 (pada 1994).

Kejadian di Aberdeenshire, Scotlandia, 1994. Di suatu malam, suami-isteri Webster-Morris naik mobil, dikemudikan Webster. Mereka melewati jalan sepi. Tidak ada saksi.

Tahu-tahu, Webster menelepon panggilan darurat, mengatakan, isterinya jatuh dari mobil dan kelihatannya (kata Webster) kondisi isterinya parah. Webster menyebutkan titik lokasi ia berada.

Polisi datang. Memeriksa tubuh Morris, sudah meninggal. Polisi bertanya rincian kejadian. Webster menceritakan ke polisi begini:

Saat ia menyetir di jalan tersebut, Morris duduk di sampingnya. Mendadak dari arah berlawanan muncul motor melaju zig-zag. Webster membanting setir ke kanan (di sana mobil setir kiri).

Di saat bersamaan, Morris terlempar keluar dari mobil. Jatuh ke jalanan. Kondisi Morris tetap berada di aspal sampai polisi tiba.

Polisi memeriksa pintu kanan depan mobil. Kondisi pintu memang rusak. Gampang terbuka jika tidak dikunci.

Polisi percaya. Itu kecelakaan lalu lintas. Morris dikubur. Webster menduda. Tapi ia terima asuransi Morris sejuta Poundsterling.

1997 Webster menikah dengan Felicity Drumm di Auckland, Selandia Baru. Lalu isterinya diboyong ke Skotlandia. Tinggal di Skotlandia. Dua tahun kemudian, 1999, terjadi hal yang sama dengan isteri pertama. Tapi Drumm tidak mati, cuma luka parah.

Kali ini polisi menyelidik lebih detil. Diungkap, bahwa Drumm dalam kondisi mabuk racun. Maka, polisi menahan Webster. Diinterogasi.

Webster tidak mengaku meracuni isterinya. Ia kepada polisi mengatakan, sebelumnya Drumm tidur selama 36 jam, mungkin karena sakit.

Drumm diadili, dijatuhi hukuman lima bulan, karena kelalaian. Drumm meninggalkan Webster, mereka pisah.

Pada 2008 Webster sudah lama keluar penjara, seorang saudara Drumm melaporkan ke polisi, mencurigai kematian isteri pertama Webster. Polisi lalu membuka lagi kasus lama itu. Sudah 14 tahun.

Makam Morris dibongkar. Jenazah diotopsi. Diketahui bahwa ada kandungan racun yang sama dengan yang ada pada tubuh Drumm, saat kecelakaan dulu. Maka, Webster ditangkap polisi sebagai tersangka pembunuhan.

Akhirnya Webster diadili sebagai pembunuh, dijatuhi hukuman seumur hidup. Kini ia masih menjalani hukuman.

Contoh yang digunakan periset India itu ekstrem. Menggambarkan pembunuh pilih cara kecelakaan. Direncanakan. Tapi, dengan pembiusan lebih dulu.

Kasus tabrak mati di Cakung, masih disidik polisi. Dari Polres Jakarta Timur, naik ke Polda Metro Jaya. Bisa pembunuhan, bisa bukan. Tergantung penyidik. Tunggu saja. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: