Jakarta, MONITORNUSANTARA.COM,- Nama Petukangan sendiri berasal dari kata tukang yang merupakan pekerjaan penduduk sekitar. Pekerjaan sebagai tukang merupakan pekerjaan utama penduduk di Petukangan. Mereka membuka usahanya di rumah maupun bangunan di pinggir jalan raya.

Ada yang menarik, di kawasan Petukangan diketahui ada makam seorang pahlawan Betawi yang gugur pada saat melawan Belanda. Muhammad Saidi bin Haji Taing atau dikenal M. Saidi, nama pahlawan tersebut.

Lokasi makam M Saidi terletak tepat di pinggir tol lingkar luar Jakarta. Saat ini, di area makam, tidak nampak sedikit pun tanda-tanda kepahlawanan. Sebab, pemakaman ini berada tepat di tengah-tengah kampung yang terhalang beberapa rumah. Hanya saja, tembok pagar makam terlihat baru dicat merah putih, untuk menandakan ada pahlawan di sana.

Lokasinya ada di Kampung Haji Taing, Petukangan Selatan, Pesanggarahan, Jakarta Selatan. Haji Taing sendiri merupakan ayah dari sang pahlawan itu. Dimakamkan berdekatan dengan M Saidi, pahlawan dari Petukangan.

di lokasi ini, sepintas terlihat hanya makam keluarga yang menjadi tempat peristirahatan sang pahlawan. Di atas nisan ini, bendera merah putih dikibarkan layaknya pahlawan lain di tempat pemakaman pahlawan.

M Saidi merupakan pria asli Betawi ini gugur di medan pertempuran saat menyerang pasukan Belanda tahun 1945 silam. Ketua RT 02, Ahmad Baihaqi mengakui, saat ini nama M Saidi dikenal sebagai nama jalan. Padahal, M Saidi telah berjuang melawan penjajah saat masa-masa sebelum proklamasi kemerdekaan.

Diakuinya, saat peringatan Hari Kemerdekaan, masyarakat Petukangan sering membawa anak-anaknya berziarah ke makam M Saidi. Tujuannya, untuk mengenalkan kepada mereka bahwa di Petukangan itu ada pahlawan kemerdekaan.

Menurut tokoh masyarakat Petukangan Selatan, Madanih, 70 tahun, M Saidi rela mengorbankan nyawanya saat melawan Belanda. Saat itu, pasukan Belanda dari Kebayoran hendak menyerang markas pasukan Indonesia di daerah Ciledug. Namun, beberapa orang dari Petukangan menggagalkan serangan itu.

“Waktu itu pasukan Belanda mau dilempar granat oleh M Saidi dan kawan-kawan. Hanya saja, granat itu tidak meletus, sehingga pasukan Belanda mengetahui adanya perlawanan dari warga,” ungkapnya.

Alhasil, pasukan Belanda ini membredel M Saidi dengan tembakan dan meninggal di tempat. Beberapa warga lainnya, kata Madanih, yakni Haji Gari dan kawan-kawan berhasil menyelamatkan diri ke bawah bukit. Haji Gari sendiri merupakan ayah dari Madanih yang saat itu usianya belum genap 10 tahun.

“Karena adanya perlawanan ini, pasukan Belanda harus kembali lagi ke markasnya di Kebayoran. Mereka tak jadi menyerang markas pasukan Indonesia di Ciledug, karena beberapa pasukan Belanda ini juga ada yang kena serangan,” katanya mengisahkan.

Almarhum Pahlawan M. Saidi dilahirkan di Jakarta sekitar tahun 1925, putra dari alm H. Taing dan gugur pada hari Kamis tanggal 23 bulan Agustus tahun 1945 pukul 11.00 WIB.

M Saidi menjadi satu-satunya warga yang terkena tembakan Belanda. Dia gugur di medan perang karena menginginkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Saat ini, 77 tahun Indonesia telah merdeka. Perjuangan M Saidi itu akan dilanjutkan oleh generasi penerusnya yang ada di Petukangan Selatan dengan giat belajar dan bekerja. (tim)

Ikuti MONITORNusantara.com di Google News

Sempatkan juga membaca artikel menarik lainnya, di portal berita EDITOR.id dan MediaSosialita.com