Sambutlah Malam Lailatul Qadar, Tingkatkan Ibadah

MONITORNUSANTARA.COM, Jakarta,- Puncak dari bulan suci Ramadhan saat kita menjalankan ibadah puasa adalah merasakan getaran Malam Lailatul Qadar. Sebuah malam yang ditunggu-tunggu umat muslim untuk mendapatkan Hidayah dan pengampunan dari Allah SWT.
Malam Lailatul Qadar adalah salah satu malam yang punya keistimewaan. Allah memberikan untuk umat Nabi Muhammad SAW dibanding umat-umat lainnya. Untuk mendapatkan malam ini banyak umat muslim melakukannya dengan tadarus atau membaca Al Qur’an. Kemudian berdzikir di malam hari atau Itikaf.

Karena malam Lailatul Qadar lebih utama daripada seribu bulan. Dalam kitab Ahkamul Qur’an, Ibnu ‘Arabi (1165-1240 M) menjelaskan dengan mengutip pendapat Al-Qadli, Sungguh umat Muhammad saw telah mendapat anugerah yang tidak akan diberikan kepada umat lain selamanya.

Yaitu: Pertama, melakukan shalat lima waktu dengan pahala sebesar shalat lima puluh waktu. Kedua, berpuasa bulan Ramadhan dibalas sebesar puasa selama satu tahun. Ketiga, zakatnya cukup seperempat dari sepersepuluh. Keempat, membaca akhir surat al-Baqarah pahalanya seperti ibadah satu malam full.

Kelima, shalat Subuh pahalanya seperti ibadah satu malam full. Keenam, shalat Isya pahalanya seperti menghidupkan separuh malam. Ketujuh, anugerah yang tidak ada tandingannya, yaitu malam Lailatul Qadar yang lebih utama daripada 1000 bulan.”

Memiliki keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh umat-umat terdahulu. Di antara keunggulan itu adalah malam Lailatul Qadar yang keunggulannya tidak tertandingi. Lantas, kapan sebenarnya malam Lailatul Qadar itu terjadi? Kita tidak bisa memastikan, kapan persisnya malam itu tiba.

Karena Allah swt memang merahasiakannya. Tetapi, kita masih bisa memprediksinya melalui pendapat para ulama yang ada. Dikutip dari nu.or.id, para ulama berbeda pendapat tentang kapan terjadinya Lailatul Qadar, menjadi beberapa kelompok sebagaimana berikut:

Kelompok pertama, mereka mengatakan bahwa Lailatul Qadar waktunya berpindah-pindah selama satu tahun.

Menurut pendapat ini, malam spesial ini tidak bisa ditentukan tanggalnya dan tidak hanya terjadi di saat bulan Ramadhan saja. Bisa saja Lailatul Qadar terjadi di bulan lain. Namun sedikit ulama yang mendukung pendapat ini.

Di antara mereka adalah riwayat yang dinisbatkan pada sahabat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ikrimah dan ulama Ahli Kufah. (Ibnu Hajar, Fath al-Bary, IV, 263; Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, 446).

Kelompok kedua, mereka mengatakan waktunya di bulan Ramadhan saja. Bagi kelompok ini, malam spesial ini tidak terjadi di luar bulan Ramadhan. Mereka terbagi menjadi dua golongan, yakni:

Golongan yang meyakini bahwa tanggalnya tetap dan tak berubah setiap tahunnya.

Pendapat ini adalah salah satu riwayat Imam Syafi’i (Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, 450) dan merupakan pendapat banyak tokoh ulama lain.

Ulama dam golongan ini berbeda pendapat lagi tentang penentuan tanggal pastinya menjadi banyak sekali pendapat. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bary menukilnya sebagai berikut:

Setiap tanggal 1 Ramadhan. Ini pendapat Sahabat Abu Razinal-Uqaili.

Setiap tanggal 15 ramadhan. Ini pendapat Ibnu Mulaqqin.

Setiap tanggal 17 Ramadhan saat Nuzulul Qur’an. Ini pendapat Zaid bin Arqam.

Setiap tanggal 18 Ramadhan. Ini pendapat al-Quthb al-Halabi.

Setiap tanggal 19 Ramadhan. Ini pendapat Zaid bin Tsabit dan salah satu riwayat dari Ibnu Mas’ud.

Setiap tanggal 20 Ramadhan. Ini pendapat yang cenderung dipilih Imam Syafi’i

Setiap tanggal 20 bila Ramadhan berjumlah 30 hari dan tanggal 21 bila Ramadhan berjumlah 29 hari. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm. Setiap tanggal 22 Ramadhan berdasarkan hadits riwayat Sahabat Abdillah bin Unais

Setiap tanggal 23 Ramadhan berdasarkan hadits lain riwayat Sahabat Abdillah bin Unais dan Mu’awiyah dan beberapa sahabat lain.

Setiap tanggal 24 Ramadhan berdasarkan riwayat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Sya’bi, al-Hasan dan Qatadah.

Setiap tanggal 25 Ramadhan, berdasarkan pendapat Sahabat Abi Bakrah. Setiap tanggal 26 Ramadhan. Ini dinisbatkan sebagai pendapat Ibadl.

Setiap tanggal 27 Ramadhan, pendapat banyak ulama Hanabilah, Syafi’iyah, salah satu pendapat Abu Hanifah, berdasarkan beberapa hadits Nabi yang diriwayatkan banyak sahabat.

Pendapat ini sangat populer hingga menurut ulama Hanafiyah bila ada orang yang berkata pada istrinya:

“Kamu wanita yang dicerai pada malam Lailatul Qadar”, maka itu berarti talaknya jatuh pada tanggal 27 Ramadhan.

Inilah yang dipakai oleh ulama Saudi saat ini sehingga masyarakat tumpah ruah di Masjidil Haram setiap malam tanggal 27 Ramadhan. Setiap tanggal 28 Ramadhan, pendapat sebagian ulama.

Pada kesempatan kali ini, sebagaimana pendapat Ibnu Hajar Al-Asqalani (1372-1449 M). Salah satu ulama hadits terkemuka dari mazhab Syafi’i.

Menurut Ibnu Hajar, terkait waktu terjadinya malam Lailatul Qadar, ada banyak sekali pendapat, masing-masing pendapat dengan landasan argumennya. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan ada 45 pendapat soal ketetapan waktu malam Lailatul Qadar.

Namun, menurut Ibnu Hajar, dari 45 pendapat itu, yang paling unggul (rajih) adalah pendapat yang mengatakan bahwa malam Lailatul Qadar terjadi pada tanggal ganjil dari 10 malam terakhir bulan Ramadhan.

Jatuhnya di malam berbeda pada tiap tahunnya. Dari tanggal-tanggal ganjil itu, yang paling potensial adalah tanggal 21 dan 23 Ramadhan. Sebagaimana pendapat Imam Syafi’i. Sementara menurut mayoritas ulama adalah malam tanggal 27 Ramadhan. (Lihat Fathul Bari, juz 5, hal. 569)

Berikut penulis paparkan dalil-dalil yang mendasari argumen Ibnu Hajar tersebut.

Pendapat yang mengatakan malam Lailatul Qadar pada tanggal ganjil dari 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Berikut dalilnya, “Dari Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: ‘Carilah lailatul qadar itu dalam malam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.”

Ibnu Hajar mengunggulkan pendapat yang mengatakan bahwa malam Lailatul Qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan. Tepatnya pada malam-malam tanggal ganjil. Berikutnya, pendapat yang mengatakan terjadi pada lama ke-23 bulan Ramadan.

Pendapat ini didukung oleh Imam Syafi’i. Dalam satu hadits dijelaskan, salah seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Unais bertanya perihal malam Lailatul Qadar, Rasulullah mengatakan “Carilah pada malam ini (malam 23 Ramadan).

Sementara pendapat yang mengatakan tidak menentu, dalam artian berpindah-pindah setiap tahunnya, bukan hanya tanggal 23 atau 27 saja, berdasarkan banyak riwayat. Di mana setiap riwayatnya ada yang mengatakan tanggal 21, 23, 27, dan 29. Terlalu panjang jika penulis sebutkan satu persatu dalilnya.

Lalu, apa hikmah dirahasiakannya malam Lailatul Qadar ini? Masih menurut Ibnu Hajar. Dalam Fathul Bari-nya, ia menjelaskan, bahwa hikmah dirahasiakannya malam Lailatul Qadar adalah supaya umat Islam bersungguh-sungguh dalam berusaha memperolehnya dengan kesungguhan ibadah. (tim)

Artikel ini telah tayang di

EDITOR.ID    dengan judul

https://editor.id/mengharap-bertemu-malam-lailatul-qadar-mungkinkah-ini-tanda-tandanya/

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: